MERAUP RUPIAH DARI SILAIS DAN BAUNG

Ikan selais dan baung dapat dimanfaatkan sebagai komoditi. Kedua jenis ikan ini juga bisa dimanfaatkan sebagai komoditas ekonomi. Masyarakat Desa Tamiang Kecamatan Bukit Batu Kabupaten Bengkalis dan Desa Tasik Betung Kecamatan Sungai Mandau Kabupaten Siak, melihat potensi tersebut sebagai penambah pendapatan mereka. .

Sosialisasikan Cagar Biosfer Lewat Blog

CAGAR Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu (CB GSK-BB) kini juga disosialisasikan melalui media internet. Tentunya di era kemajuan teknologi ini akses tercepat untuk mendapatkan informasi adalah melalui internet.

Tingkatkan Program Budidaya di Cagar Biosfer'

Suatu kawasan akan mempunyai kontribusi bagi manusia, apabila budidayanya baik. Karena dengan adanya budidaya itulah suatau kawasan dapat berkembang. Demikian halnya yang dilakukan oleh Sinarmas Forestry (SMF) terhadap Giam Siak Kecil-Bukit Batu (GSK-BB).

Riau Miliki Pengolahan Air Gambut Terbesar

BUKITBATU (RP)- APAG 60 atau Alat Pengolaan Air Gambut 60 yang dipasang di Tanjungleban, Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis, Riau merupakan alat pengolahan air gambut terbesar di Indonesia

SAM KEHUTANAN RESMIKAN SEKRETARIAT CAGAR BIOSFER

GSKBB - Staf Ahli Menteri (SAM) Kehutanan Dr Agus Mulyono meresmikan pemakaian Sekretariat Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu (GSKBB).

Kamis, 28 Juli 2011

Presentase GSA sambil Pelatihan Jurnalistik

Green Student Ambassador (GSA) atau Duta Lingkungan Provinsi Riau gencar mempromosikan cagar biosfer ke-7 di Indonesia yaitu Giam Siak Kecil Bukit Batu, cagar biosfer ini merupakan cagar biosfer pertama yang ada di Riau. Sabtu (23/7) lalu, seiring dengan pelaksanaan pelatihan jurnalistik yang diadakan oleh Save The Earth Foundation (SEFo) Riau Pos yang bertempat di aula BBKSDA Panam, menjadi kesempatan terbaik GSA untuk mensosialisasikan masalah isu-isu lingkungan seperti, pemanasan global, perubahan iklim, kerusakan ozon, terutama sekali para Duta Lingkungan semangat mensosialisasikan Giam Siak Kecil Bukit Batu.

Dari 27 siswa-siswi yang hadir pada pelatihan jurnalistik tersebut, terbukti bahwa tidak satupun dari mereka yang megetahui keberadaan Giam Siak Kecil Bukit Batu sebagai cagar biosfer pertama di Riau. Dan dengan adanya sosialisasi tersebut, pemahaman mereka tentang lingkungan serta keberadaan cagar biosfer sudah mulai tergambar saat banyaknya pertanyaan yang diajukan kepada GSA. Teramat disayangkan, pengetahun para generasi muda tertutup oleh perkembangan zaman modern sekarang ini. hingga tidak lues pikiran mereka untuk mencerna hal baik yang tertinggal dibelakang.

“Ada yang tahu nggak kalau Riau memiliki cagar biosfer?” tutur GSA. Serentak para siswa-siswi yang mengisi ruangan menjawab “tidak”. Kekompakkan mereka menjawab mengenai pertanyaan tersebut bukanlah hal yang spele. Hal tersebeut merupakan bukti nyata bahwa begitu banyak generasi muda yang kurang pemahamannya tentang lingkungan apalagi pengetahuan mereka tentang cagar biosfer GSK BB. Pelatihan jurnalistik hari itu berlangsung serius, para siswa-siswi antusias mengajukan pertanyaan saat Ahmad Idris memberikan pengarahan tentang “Menulis ibarat berenang”. Ternyata, minat menulis peserta GSJ Weekend tampak jelas dengan dibuktikannya hasil tulisan mereka yang dibacakan saat Ahmad Idris meminta peserta untuk menulis bebas tentang apapun.

Materi diskusi tentang cagar biosfer memberi kesan menarik untuk diperbincangkan. GSA mengajukan pertanyaan bagi tiap peserta “Bagaimana kesimpulan presentase duta lingkungan tadi”.Dengan semangat percaya diri peserta dari Siak unjuk kemampuan untuk menyimpulkan presentase GSA. Suasana semakin semarak, karena GSA memberikan kenang-kenangan bagi peserta yang berhasil menjawab pertanyaan dengan benar. Pelatihan tersebut ditutup dengan suasana yang ceria dengan foto bersama. Koordinator GSJ, Asrul Rahmawati, memberikan pengarahan bagi peserta untuk mempersiapkan kondisi fisik yang fit. minggu, 24 Juli 2011, para peserta GSJ Weekend berkunjung ke Pusat Latihan Gajah (PLG) Minas. Selain menyaksikan atraksi gajah, peserta GSJ Weekend juga diberi kesempatan mengelilingi halaman PLG dengan menaiki gajah. Tampak keceriaan yang terlepas usai menempuh perjalanan 1 jam untuk sampai di PLG.

Tidak jauh berbeda antusias peserta GSJ saat Azwar H. Nasotion, wakil ketua PLG yang bersahabat memberikan segudang informasi mengenai gajah-gajah yang mereka latih. Jumlah gajah yang ada di PLG Minas saat ini 24 ekor. Dulu sempat memiliki lebih dari 24 ekor gajah, namun sebagian gajah-gajah yang sudah terlatih tersebut banyak dimintai pihak ketiga. Hal tersebut tidak menutup kemungkinan juga bagi puhak pengelola PLG untuk memantau langsung ke lapangan untuk melihat kondisi gajah-gajah yang berada pada pihak ketiga tersebut. kendala mengurus gajah-gajah tersebut tidak terlalu rumit, karena masing-masing gajah dilatih oleh satu mahot yang berpengalaman. Dari segi kesehatan, gajah-gajah ini sering terserang penyakit seperti cacingan. Hal tersebut mungkin karena kondisi lingkungan tempat gajah bermain tidak terjaga kebersihannya. Namun, Azwar H. Nasotion, selain wakil ketua PLG, beliau juga merupakan paramedis yang andil dalam kesehatan gajah-gajah di PLG bahkan gajah-gajah yang berada dipihak ketiga.

Usai para peserta GSJ Weekend secara bergantian menaiki gajah, para GSA pun tidak ketinggalan. Usai puas menaiki gajah-gajah tersebut, para peserta GSJ Weekend, GSA, Petugas PLG Minas, serta panitia berfoto bersama dengan memasang senyum lebar. Perjalanan hari itu tidak sampai disitu saja, perjalanan dilanjutkan menuju Daur Ulang (Dalang) Collection yang terletak di jalan Gajah Kulim. Selain melihat keunikan dari sampah daur ulang, peserta juga diberikan pengarahan oleh Sofia Seffen sebagai pendiri sekaligus pemilik Dalang Collection tersebut,”Bahwa sampah tidak selamanya menjijikkan.”

Daur ulang sampah-sampah yang terkumpul dari para pemulung tidak langsung diolah di Dalang Collection, tetapi diolah dirumah. Pengolahan dirumah itulah yang menambah pendapatan kaum ibu yang bekerja di Dalang Collection. Bekerja santai tapi menghasilkan nilai ekonomi. Tugas ibu-ibu dirumah hanya sekedar mencuci sampah-sampah yang sudah dipilih terlebih dahulu. Barulah dioalh menjadi tas, sandal, alas kaki dan lain sebagainya menggunakan mesin jahit. Pengerjaan dengan mesin jahit ini dilakukan oleh pekerja yang berpengalaman dibidangnya.

“Awalnya saya mendirikan Dalang Collection ini karena banyaknya permintaan kaum ibu pada tas yang sering saya gunakan saat berbelanja, karena permintaan itulah saya bertekat untuk mengembangkan usaha ini, hingga banyak barang-barang yang dapat saya hasilkan. Dengan memperkerjakan kaum ibu dan para pemulung, selain membantu perekonomian mereka, kami juga membantu mengurangi dampak buruk bagi lingkungan karena banyaknya sampah plastik yang tidak dimanfaatkan dengan baik.” ujar Sofia Seffen. Pelatihan jurnalistik perdana ini membuahkan hasil yang memuaskan. Antusias peserta yang besar serta pemateri yang baik oleh panitia serta kunjungan lapangan yang menarik menjadikan pelatihan tersebut berkesan sangat positif dimata masyarakat.

”Pesan saya kepada adik-adik sebagai generasi muda, mari kita bersama-sama menjaga lingkungan kita agar tidak berdampak negatif bagi kita, yaitu dengan cara memanfaatkan barang-barang bekas menjadi barang yang bisa digunakan lagi. Karena generasi muda inilah yang akan menjadi pundi-pundi masa depan nantinya,”tutup Sofia Seffen. Kunjungan ke lapangan hari itu berakhir di BBKSDA Panam, berakhirnya acara pelatihan tersebut memberikan kepuasan tersendiri bagi panitia pelaksana GSJ Weekend. Kesuksesan kegiatan GSJ Weekend yang pertama kali dilaksanakan bulan Juli ini akan berkelanjutan hingga akhir tahun.



Foto bersama di PLG Minas





Duta Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu
















Selasa, 12 Juli 2011

Rawa Gambut di Kawasan GSKBB

Lahan gambut dulu tidak diperhatikan, sekarang lahan gambut menjadi idola banyak kalangan, dari pemerintah, LSM hingga pengusaha. Catatan Greenpeace, suatu organisasi lingkungan global, total gambut di Indonesia ada 42 juta hektar alias 10 persen dari total gambut dunia. Di dalam 10 persen tersebut tentu termasuk lahan gambut yang ada di Giam Siak Kecil – Bukit Batu, Riau.

Biomassa di rawa gambut diketahui memiliki kandungan unsur karbon yang tinggi dan sejauh rawa gambut itu lestari, tentunya tidak ada kekhawatiran bahwa unsur karbon itu terlepas mempertinggi kandungan karbon di atmosfer yang menyumbang pada pemansan global. Apakah rawa gambut Giam Siak Kecil – Bukit Batu akan tetap lestari?

Secara keseluruhan ancaman itu telah dan masih ada. Citra satelit menunjukkan sejak tahun 1985 hingga tahun 2002, tutupan hutan di wilayah Giam Siak Kecil telah merosot dari sekitar 600.000 hektare menjadi kira-kira 350.000 hektare. Bagaimana dengan keadaan sekarang?

Ekosistem hutan rawa gambut di kawasan Suaka Margasatwa GSK sebagian besar telah mengalami gangguan baik penebangan liar, maupun perambahan lahan untuk pembukaan ladang dan pemukiman. Laporan LIPI (2007) menyebutkan bahwa wilayah Blok Tasik Betung, sebagian besar hutan rawa gambutnya sudah merupakan bekas tebangan liar. Sisa tegakan jenis primer hutan rawa gambut umumnya terdiri atas jenis-jenis tidak komersial dan berukuran relatif kecil. Hal ini kontras dengan ekosistem hutan rawa gambut kawasan konsesi PT Arara Abadi di Blok Bukit Batu yang tidak dikonversi masih relatif lebih baik. Penandanya adalah masih dijumpainya beberapa jenis utama yang berukuran cukup besar.

Perambahan terhadap hutan rawa gambut menjadi tantangan yang harus dihadapi oleh badan pengelola cagar biosfer. Tindakan – tindakan di lapangan sering kali diikuti cara informal yang lebih berhasil daripada pendekatan formal. Badan pengelola yang mengikutsertakan setiap pemangku kepentingan diharapkan mempu menjembatani solusi.

Pelestarian ekosistem ini bukan hanya melindungi satwa genting, tetapi sekaligus menjadi penyimpan cadangan karbon yang cukup besar di wilayah Riau. Sedikitnya terdapat 7,3 giga ton karbon di kawasan inti cagar biosfer.

Harimau Sumatra : Si Belang yangTerancam Punah

Harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae), dari namanya saja kita sudah tahu bahwa harimau ini hanya dapat ditemukan dipulau sumatra, termasuk di propinsi Riau. Harimau ini termasuk dalam klasifikasi satwa kritis yang terancam punah (critically endangered). Kucing besar ini merupakan satu dari enam sub-spesies harimau yang dapat bertahan hidup hingga saat ini.

Harimau sumatra merupakan sub-spesies harimau terkecil yang memiliki warna lebih gelap daripada sub-spesies harimau yang lainnya. Salah satu yang menjadi keistimewaan harimau ini adalah ia dapat berenang dan memanjat pohon saat memburu mangsa. Harimau ini juga memiliki belang yang lebih tipis dibandingkan sub-spesies harimau yang lain.

Di propinsi Riau sendiri, harimau sumatra dapat di temukan di cagar biosfer Giam Siak Kecil Bukit-Batu (GSK-BB). Namun keberadaan harimau sumatra ini di propinsi Riau sendiri diprediksi akan punah pada tahun 2015. Mengapa bisa di prediksikan demikian? Tentu saja hal ini disebabkan karena adanya perusakan ekosistem dan menyebabkan si belang ini kehilangan habitatnya. Selain itu pemburuan terhadap harimau ini juga menjadi salah satu faktor menurunnya populasi harimau sumatra ini. Jangan sampai harimau yang menjadi kebanggaan kita ini menjadi ikut punah seperti para saudaranya terdahulu, Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) dan Harimau Bali (Panthera tigris balica). Semoga saja di CB-GSK-BB, kucing besar ini bisa dapat hidup dan berkembang biak dengan baik sehingga punahnya harimau sumatra ini tidak akan pernah terjadi.

Acryopsis Javanica GSK-BB

Tidak ada habisnya jika kita menguak cerita dari cagar biosfer ke-7 di Indonesia ini. Giam Siak Kecil Bukit Batu ibarat sebuah istana dalam tanah yang menyimpan segudang harta karun yang tidak ada habisnya. Plantarum ( tumbuhan ) Acryopsis Javanica merupakan salah satu tumbuhan yang mudah berkembang biak dikawasan hutan alam dan rawa-rawa serta memilki manfaat bagi kesehatan kita.

Mungkin sebagaian dari kita sudah mengetahui tentang tumbuhan yang satu ini, Acryopsis Javanica (anggrek) adalah tumbuhan yang merupakan genus Acriopsis. Anggrek yang satu ini merupakan tumbuhan herbal dalam bentuk epifit kecil. Sepintas anggrek ini mirip dengan anggrek genus Cymbidium, tetapi dalam hal habitat berbeda.

Indonesia merupakan area persebaran terbesar dari anggrek tersebut, GSKBB adalah salah satu habitat persebaran dari anggrek yang memiliki nama ilmiah Acryopsis Javanica , karena GSKBB merupakan kawasan hutan yang alami dan memiliki rawa-rawa sehingga mempermudah perkembangbiakkan anggrek genus yang satu ini. Selain Indonesia, anggrek herbal ini juga tersebar negara lain seperti, nepal di kepulauan solomon.

Tumbuhan herbal adalah tumbuhan yang identik dengan kesehatan. Begitu hal nya dengan Acryopsis Javanica yang memiliki khasiat bagi kesehatan kita. Sebagian dari kita mungkin tidak tahu, bahwa selain menjadi tumbuhan cantik yang menghias setiap sudut rumah, tumbuhan ini juga berkhasiat untuk menjaga daya tahan tubuh dan meredakan demam. Memang terdengar sedikit aneh, tumbuhan yang tadinya berfungsi untuk mempercantik rumah malah memiliki fungsi lain bagi kita.

Jika kita benar-benar memanfaatkan anggrek yang satu keluarga dengan Orchidaceae ini, secara langsung kita sudah menghemat pengeluaran untuk meredakan demam dengan berobat ke dokter. Sekilas tumbuhan ini memang tidak terlihat agresif untuk kesehatan. Tetapi jika kita telah mencoba, khasiat yang luar biasa itu akan kita rasakan.

Para peneliti plantarum telah melakukan sebuah riset yang membuktikan adanya senyawa kimia yang terdapat didalam Acryopsis Javanica berupa zat antibodi yang mampu membunuh virus penyebab demam serta mengembalikan daya tahan tubuh. Bagaimana bisa tanaman hias tersebut melakukan reaksi kimia yang mampu mengoptimalkan kesehatan kita jika kita tidak mencobanya sendiri.(Pia/GSJ)

Keanekaragaman Hayati GSK-BB

Hutan rawa gambut memang menjadi primadona di cagar biosfer giam siak kecil-bukit batu. Namun, sadarkah kita begitu banyaknya kekayaan keanekaragaman hayati yang terdapat didalamnya. Sejauh ini, keanekaragaman hayati yang ada di cagar biosfer sudah menjadi aset yang patut kita banggakan sebagai masyarakat Riau. Sebab, begitu banyak jenis tumbuhan dan pohon yang beraneka ragam yang tumbuh menghiasi lahan seluas 705.279 Ha tersebut.

Keanekaragaman Hayati Suaka Margasatwa Bukit Batu dari hasil survey LIPI menunjukan terdapat bermacam jenis pohon berkayu di areal inti seperti kempas (Koompasia malacensis), Meranti batu (Shorea uliginosa), Meranti bunga (Shorea teymanniana) Punak (Tetrameristra glabra), Durian burung (Durio carinatus), Bintangur (Calophyllum soulatri) )jika ingin mencoba tracking kita bisa melihat jenis tanaman yang masuk daftar red list IUCN yaitu Ramin (Gonystilus bancanus ) protected, kantong semar (Nephentes spp).

Dari berbagai keanekaragaman hayati yang paling dominan adalah tanaman ramin. Selain menjadi tanaman yang masuk daftar red list IUCN, ramin merupakan tanaman yang paling mudah dijumpai jika kita berkunjung ke cagar biosfer GSK-BB. Beragam jenis tanaman yang tumbuh menjadi aset yang harus kita jaga. Maraknya ilegal logging memang menjadi sebuah motivasi bagi kita untuk berupaya menjaga keanekaragamn hayati yang terdapat di Giam Siak Kecil-Bukit Batu.

Selain pohon-pohon besar yang menjulang tinggi, kita juga akan menjumpai kantung semar dan jamur yang banyak tumbuh di kawasan cagar biosfer. Suburnya tanaman di kawasan tersebut didukung oleh kondisi fisik alamnya yang tropis dan dekat dengan sumber air. Banyak sekali manfaat dari tanaman tersebut, selain digunakan sebagai penopang produksi kertas dari kayu yang dihasilkan, juga difungsikan sebagai penyerap air dan sebagai rumah bagi masyarakat yang tinggal di Giam Siak Kecil-Bukit Batu tersebut.

Ekowisata Cagar Biosfer GSK-BB

Sejak diresmikannya sebagai cagar biosfer ke-7 di Indonesia oleh Menteri Kehutaanan MS Kaban pada 1 Juli 2009 lalu, Giam Siak Kecil Bukit Batu semakin dikenal oleh masyarakat Riau. Perkembangan sumber daya alam lah yang semakin menunjang potensinya. Hal itu membuat pihak Sinarmas Forestry (SMF) ingin mengembangkan potensi alam itu dalam bidang pariwisata.

“Kami berkeinginan utuk mengembangkan kawasan cagar biosfer dalam ekowisatanya, sebab kami melihat bayak sekali potensi alam yang bisa dimanfaatkan untuk menunjang pariwisata tersebut, apalagi kondisi alamnya yang sangat cocok untuk tempat penelitian ataupun kegiatan liburan seperti outbond dan camping” tutur pihak SMF, Nurul Huda saat ditemui Duta Cagar Biosfer akhir Mei lalu.

Dilihat dari kondisi alamnya, lokasi yang tepat untuk dijadikan kawasan wisata terletak pada zona inti dan zona penyangga. Dipilihnya kedua zona tersebut karena melihat kondisi hutannya yang masih alami dan tidak padat penduduk, sehingga cocok untuk dijadikan lokasi wisata alam. Selain membuat fasilitas wisata seperti outbond, pihak SMF juga mengusulkan agar dibangunnya pondokkan-pondokkan yang difungsikan sebagai tempat peristirahatan jika ada tamu atau orang luar yang melakukan kunjungan ke cagar biosfer dalam rangka penelitian atau sekedar menikmati liburan.

Usulan SMF ini disambut baik oleh Andi Noviriyanti M.Si yang merupakan Direktur Eksekutif Save The Earth Foundation (SEFo) Riau Pos. SMF juga meminta kerja sama dengan Duta Cagar Biosfer untuk mensosialisasikan program tersebut. Bersama dengan Green Student Journalists (GSJ), duta cagar biosfer sudah mulai mensosialisasikan program tersebut dengan membuka pelatihan GSJ Weekend School yang tujuan akhirnya adalah memperkenalkan kawasan wisata yang ada di Riau terutama cagar biosfer GSK-BB.

Kegiatan wisata di cagar biosfer masih dalam tahap penyelesaian, tetapi Green Student Journalists (GSJ) yang dipimpin oleh Andi Noviriyanti M.Si bersama Duta Cagar Biosfer sudah merencanakan kegiatan pelatihan jurnalis dan tour wisata ke objek wisata alam yang ada di Riau dalam waktu dekat ini. Kegiatan tersebut bertujuan untuk mengajak generasi muda lebih mengenal alam Riau dan juga untuk meningkatkan rasa cinta lingkungan pada generasi muda tersebut.

“Kami juga mengusulkan, jika nantinya membangun pondokkan-pondokkan tersebut lebih baik menggunakan bahan baku yang berasal dari hasil alam cagar biosfer itu sendiri, karena itu berarti memanfaatkan sumber daya alam yang ada sekaligus untuk mengembangkan potensi alam itu sendiri,”tutup Nurul Huda. (pia-gsj)