MERAUP RUPIAH DARI SILAIS DAN BAUNG

Ikan selais dan baung dapat dimanfaatkan sebagai komoditi. Kedua jenis ikan ini juga bisa dimanfaatkan sebagai komoditas ekonomi. Masyarakat Desa Tamiang Kecamatan Bukit Batu Kabupaten Bengkalis dan Desa Tasik Betung Kecamatan Sungai Mandau Kabupaten Siak, melihat potensi tersebut sebagai penambah pendapatan mereka. .

Sosialisasikan Cagar Biosfer Lewat Blog

CAGAR Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu (CB GSK-BB) kini juga disosialisasikan melalui media internet. Tentunya di era kemajuan teknologi ini akses tercepat untuk mendapatkan informasi adalah melalui internet.

Tingkatkan Program Budidaya di Cagar Biosfer'

Suatu kawasan akan mempunyai kontribusi bagi manusia, apabila budidayanya baik. Karena dengan adanya budidaya itulah suatau kawasan dapat berkembang. Demikian halnya yang dilakukan oleh Sinarmas Forestry (SMF) terhadap Giam Siak Kecil-Bukit Batu (GSK-BB).

Riau Miliki Pengolahan Air Gambut Terbesar

BUKITBATU (RP)- APAG 60 atau Alat Pengolaan Air Gambut 60 yang dipasang di Tanjungleban, Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis, Riau merupakan alat pengolahan air gambut terbesar di Indonesia

SAM KEHUTANAN RESMIKAN SEKRETARIAT CAGAR BIOSFER

GSKBB - Staf Ahli Menteri (SAM) Kehutanan Dr Agus Mulyono meresmikan pemakaian Sekretariat Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu (GSKBB).

Senin, 26 September 2011

Menggantungkan Kehidupan pada Ekosistem Rawa Gambut yang Memiliki Tasik

Giam Siak Kecil-Bukit Batu telah menjadi cagar biosfer bukan berarti segala sesuatunya selesai. Justru ini menjadi pekerjaan rumah bersama, pengelolaan kawasan harus dilakukan bersama antara pemerintah, swasta dan komunitas sesuai dengan area yang dikelolanya dan kompetensinya. Agar pengelolaannya dapat berjalan dengan baik, maka dukungan logistik terutama riset dan pengembangan kemampuan sumber daya manusia di kawasan ini menjadi sangat penting. Status cagar biosfer bukan merupakan tujuan akhir, melainkan awal dari kerja besar yang menanti.

“Kami mendukung pengelolaan kawasan ini. apalagi ini sangat bermanfaat bagi masyarakat sekitar. Kami sedang merencanakan apa yang bisa kami buat dengan Bappeda,” ujar Burhanuddin Asisten Tata Praja (Asisten 1) Sekretaris Daerah Kabupaten Bengkalis. Di Kabupaten Siak, kami mendapatkan pernyataan yang kurang lebih sama. “Kami sangat senang dengan inisiasi tersebut. menambah area konservasi tentu sesuatu hal yang baik. Kami sedang merencanakan apa saja yang dapat dikerjakan di Zona penyangga,” sebut Teten, Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Siak.

Masyarakat Riau sangat beruntung karena cagar biosfer mempunyai batas pengelolaan yang jelas. Area inti berupa Suaka Margasatwa Siak Kecil dan Bukit Batu serta kawasan konservasi permanen SMF mempunyai tugas memelihara sumber daya alam yang ada di dalamnya, memonitor, dan mengundang ilmuan untuk melakukan penelitian sehingga kekayaan yang belum terungkap segera terungkap, potensi yang belum tergali segera muncul kepermukaan. Tugas manajer di area ini adalah untuk mendorong berdirinya berbagai kemungkinan kegiatan ekonomi berkelanjutan termasuk dan tidak terbatas pada industri pariwisata, pangan,obat berbasis bahan alam. Sementara itu tugas manajer di zona penyangga adalah untuk ikut menjaga area inti dari berbagai ancaman. Adalah juga tugas manajer di zona penyangga ini untuk membangun fasilitas laboratorium untuk mencari nilai ekonomi dari setiap sumber daya alam yang ada di kawasan Giam Siak Kecil-Bukit Batu serta dengan membangun pusat pendidikan untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia untuk dapat mengelola kekayaan yang dimiliki oleh cagar biosfer ini. Sementara itu,masyarakat luas termasuk pemerintah daerah yang berada dikawasan transisi, sudah selayaknya mendapatkan manfaat yang berkelanjutan atas keberadaan cagar biosfer.

Kami telah beberapa kali mengunjungi kawasan ini. Kami pun pernah terbang diatas kawasan yang menjadi bagian penting di dalam ekosistem rawa gambut Riau. Kita dapat berbicara di dalam forum dunia melalui UNESCO bahwa kita mampu memelihara hutan rawa gambut sebagai stok karbon sekaligus meminta dukungan atas upaya tadi.

Kami bermimpi setiap produk yang dihasilkan dari kawasan ini, termasuk paket wisata yang ditawarkan dapat dikemas dengan merek dagang cagar buosfer GSK-BB. Dengan cara ini pula, produk yang dikeluarkan dari Riaudapat diberi label ramah lingkungan. Dukungan lembaga riset dan komitmen pemerintah daerah menjadi sangat sentral. Mimpi selanjutnya, kami dapat membeli paket makan siang di atas kapal pesiar kecil yang digerakkan dengan solar panel panel (tidak menggunakan bensin atau solar karena Riau adalah kawasan cagar biosfer). Lainnya, makan malam seraya menyusuri melihat keindahan alam Sungai Siak dengan kapal pesiar kecil yang digerakkan oleh listrik.

Persentase Duta Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu warnai semarak Green Weekend

Sabtu, 24 September 2011 tepatnya pukul 08.00 WIB digelar pembukaan Green Weekend School yang ke-2 di aula BBKSDA Provinsi Riau. Setelah sukses dengan kegiatan yang pertama digelar Juli 2011 lalu, kini Green Weekend kembali membuka wadah bagi generasi muda untuk belajar jurnalistik, tidak hanya itu para peserta juga mendapatkan pengetahuan dari Duta Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu tentang seluk beluk cagar biosfer pertama di Riau tersebut. hal ini merupakan wadah yang luar biasa untuk ketiga duta cagar biosfer,sebab mereka diberikan kesempatan untuk mempersentasekan GSK-BB selama kurang lebih 30 menit. Diselingi dengan tanya jawab peserta yang terdiri dari pelajardan mahasiswa. Persentase GSK-BB dimulai dengan pembukaan yang disampaikan oleh Wahyu Fitria Alqhansya Biwwahab, dilajutkan dengan perkenalan oleh Fiky Two Nando dan terakhir oleh Risky Ade Maisal. Lepas perkenalan tersebut Risky Ade Maisal memulai persentasenya dengan memperkenalkan cagar biosfer secara garis besar, dilanjutkan oleh Wahyu Fitria Alqhansya Biwwahab menyampaikan informasi mengenai GSK-BB tersebut. sesi pertanyaan pun dimulainya, begitu banyak antusias peserta yang ingin tahu tentang seluk beluk GSK-BB. “Giam Siak Kecil-Bukit Batu tersebut dikelola oleh pemerintah atau masyarakat?” ujar Siswi SMA N 3 Pekanbaru. “Karena GSK-BB merupakan cagar biosfer pertama kali di dunia yang diinisiasikan oleh pihak swasta, maka pengelolaannya pun dalam bentuk kerja sama antara pemerintah, SMF, dan masyarakat,” tutur Wahyu Fitria Alqhansya Biwwahab. 
 
Dengan pengetahuan yang mereka perol;eh dari berbagai sumber mengenai GSK-BB tersebut, maka duta cagar biosfer memiliki kewajiban untuk menyampaikan informasi tersebut kepada geberasi muda Riau. Karen duta cagar biosfer sendiri berstatus sebagai mahasiswa. Setelah sesi tanya jawab dan berdiskusi. Dilajutkan dengan persentase oelh Fiky Two Nando mengenai isu-isu lingkungan, tapi sebelum persentase disampaikan Fiky memulainya dengan sebuah perfomance puisi yang mengisi tiap sudut aula dengan tepuk tangan mengakhiri perfomnya. Penyampian isu-isu lingkungan pun menarik antusias para peserta dengan banyaknya pertanyaan yang diajukan. Green Weekend ke-2 ini manjadi trik duta untuk menyadarkan dan memberikan masukan bagi generasi muda untuk dapat mengenal dan mengetaui GSK-BB. Semoga saja 1-2 Oktober mendatang peserta Green Weekend lebih banyak lagi sehingga penyampaian informasi mengenai GSK-BB dapat merubah pola pikir para generasi muda kini dan mendatang untuk melestarikan alam Riau tersebut.

Rabu, 21 September 2011

Sejarah Tasik Betung


Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu(GSK-BB) merupakan upaya konservasi contoh ekoregion hutan rawa gambut Sumatera dengan keistimewa banyaknya “tasik” (danau kecil) di dalamnya. Cagar Biosfer GSK-BB terletak di daerah aliran sungai Siak Kecil yang mempunyai peran menjaga keseimbangan eko-hidrologi daerah sekitarnya termasuk Kota Siak Sri Indrapura. Air adalah issue pokok dilansekap gambut ini karena dibawah permukaan tanahnya mempunyai ciri penampung air terutama di kawasan bagian tengah. Begitu banyak keindahan alam yang dipancarkan oleh tasik-tasik yang menjadi sumber penghidupan masyarakat disana, salah satunya adalah Tasik Betung.

Dibalik nama pasti ada sejarah mengapa nama tersebut disandang, nama-ama tasik di GSK-BB diberikan oleh masyarakat yang tinggal disekitar daerah tasik. Tasik Betung adalah salah satu tasik yang memiliki sejarah nama yang sederhana namun melegenda. secara etimologi, Tasik Betung terdiri dari kata ”tasik” dan kata ”betung”. “Berdasarkan penelusuran sejarah Desa Tasik Betung dengan wawancara tokoh masyarakat yang dituakan atau sesepuh kampung didapatkan sejarah Tasik Betung. Sejarah Tasik Betung bermula dari sebuah cerita seorang imam (Hakim Sholeh) berserta rakyat pengikutnya yang datang dari Siak Kecil mengunakan rakit mengarungi sungai dengan alat pengayuh berupa bambu betung,” ujar Yuyu Arlan Manager Flagship SinarMas Forestry.

“Selanjutnya imam tersebut berhenti ditepi tasik (danau). Beliau menancapkan bambu betung untuk mengikat rakitnya. Bambu tersebut kemudian tumbuh dan berkembang menjadi rumpun bambu. Oleh karena tempat pemberhentian tersebut tidak bernama maka diberilah nama Tasik Betung,” tambahnya.

Membayangkan sedemikian banyaknya tasik seperti sebuah mangkuk luar biasa besarnya yang menampung air dan menyimpannya, kemudian melepaskannya kembali saat musim kemarau tiba, sungguh keajaiban alam luar biasa. Desa-desa di hilir sungai tentunya dapat terhindar banjir saat musim hujan dan terhindar kekeringan saat musim kemarau, hanya dengan satu syarat yaitu jangan melakukan kerusakan lebih lanjut terhadap benteng terakhir alami yang tersisa di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu, atau kita mengabaikan dan akhirnya bencana alam mengerikan yang akan terjadi, seperti banjir, kekeringan dan bahkan kebakaran sepanjang tahun.

Keindahan Dibalik 4 Jam Perjalanan

Menguak kisah dibalik panorama keindahan Giam Siak Kecil-Bukit Batu memang tak pernah ada habisnya. Tak jarang banyak sekali orang-orang yang penasaran dengan keajaiban alam tasiknya. Menempuh jarak sekitar 280 Km dari Kota Pekanbaru menuju Zona inti GSK-BB memakan waktu kurang lebih 4 jam lewat jalur darat dengan menggunakan bus atau kendaraan pribadi. Tidak menjadi hambatan atau pun halangan bagi mereka yang ingin berkunjung dan menikmati panorama alam GSK-BB tersebut. Sejauh mata memandang disepanjang perjalanan banyak terdapat perkampungan masyarakat, perkebunan karet dan para pekerja yang memilah-milah kayu untuk diolah. Jalan darat yang dilewati benar-benar memacu adrenalin kita, sebab sepanjang perjalanan memasuki kawasan GSK-BB merupakan jalan tanah yang bergelombang. Menyeramkan namun seru. Sembari menikmati jalan yang bergelombang, hamparan tanah gambut terlihat rapi tersusun. Tidak jarang siapapun pasti akan mengabadikan keindahannya dengan kamera.

Meskipun perjalanan yang ditempuh cukup lama, namun kelelahan didalam kendaraan terbayar sudah dengan keindahan alam yang dapat dinikmati setelah sampai di zona inti GSK-BB. Tumbuhan rasau dan bakung yang menghiasi tasik membentuk spot-spot kecil sehingga terlihat seperti pulau jika dilihat dari udara. Keindahan alam GSK-BB tidak dapat tergambarkan jika kita tak langsung berkunjung dan menikmatinya secara langsung.

“Menggambarkan keunikan alam dari tasik-tasik di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu, tentu tak ada habis-habisnya. Keindahan alam dengan adanya perbedaan musim kemarau dan musim hujan, adalah bagian keunikan lain dari tasik di zona inti ini. Pada saat musim kemarau, tasik-tasik dengan air yang terkonsentrasi dalam jumlah terbatas di sungai dimanfaatkan oleh berbagai jenis satwa liar seperti Harimau, Rusa dan Babi Hutan sebagai sumber air minum. Pemandangan luar biasa terbentang luas saat datangnya musim kemarau, hijauan formasi rumput menutupi sebagian tasik-tasik yang mulai mengering menambah keunikannya. Bangunan tinggi menjulang bagi pemantauan satwa liar pada saatnya nanti akan membantu kita menyaksikan aktifitas maupun perilaku satwa liar dilokasi ini. Pada saat musim hujan tiba, hamparan luas rumput yang menutupi tasik-tasik selama musim kemarau berubah menjadi hamparan air hitam jernih, jutaan meter kubik air tertampung di tasik-tasik ini, dan saat inilah panen raya ikan tiba,” ujar Manager Flagship Concervation Sinarmas Forestry tersebut.

Perjalanan yang ditempuh kurang lebih 4 jam dari Pekanbaru-Duri tidak hanya terbayarkan dengan keindahan tasik-tasik yang indah, tapi juga terbayarkan dengan keanekaragaman hayati yang terdapat didalam tasik tersebut. Adanya jenis-jenis ikan yang bernilai ekonomi tinggri seperti, Wallago Attu (ikan tapah),Channa spp (ikan toman), Balllontia hasseltii (ikan kepar),Cryptoterus slais (ikan selais),Mystus nemerus (ikan baung). Keharmonisasian antara alam dan masyarakat disana terlihat jelas dengan adanya kebersamaan mereka mengelola alam GSK-BB menjadi sumber penghidupan bagi mereka namun tetap menjaga kelestarian alamnya demi masa depan kelak.

Riau adalah negeri yang kaya dengan adanya GSK-BB tersebut, semakin banyaknya partisipasi dari warga asing yang berkunjung kesana. Hal tersebut membuktikan bahwa GSK-BB menarik wisatawan karena keindahan alamnya yang cocok sebagai tempat wisata. Tidak ada salahnya menempuh perjalanan yang jauh demi menikmati panorama wisata di Riau ini.

Penelitian dan Pendidikan Sumber Daya Hutan Rawa Gambut

Kali ini berbicara soal penelitian dan pendidikan tentang bagaimana memngembangkan sumber daya hutan rawa gambut yang menjadi ciri khas dari cagar biosfer Giam Siak Kecil – Bukit Batu (GSK BB). Berkaitan dengan konservasi keanekaragaman hayati Cagar Biosfer GSK-BB, memang diperlukan pengamatan jangka panjang tentang dinamika hutan rawa gambut. Baik inventarisasi jenis perlu dilakukan secara berkala untuk menggali seluruh potensi dan sekaligus untuk memantau perubahan-perubahan yang terjadi. Dan juga dinamika fungsi hutan perlu di pantau dan dikaji secara menerus untuk melihat bagaimana responsnya terhadap fenomena alam yang terjadi, termasuk perubahan iklim. Semua bentuk kajian mengenai gatra struktur dan komposisi hutan, fungsi, status, keanekaragaman jenis, serta pengetahuan tentang penggunaan, budidaya, dan teknologi pemanfaatan keanekaragaman hayati perlu terus digali terutama untuk mengoptimalkan pendayagunaannya secara lestari dalam upaya pengembangannya.

“ Dan untuk menunjang kegiatan-kegiatan tersebut di atas layak dibangun stasiun penelitian di Desa Tasik Betung dan pembangunan kebun sumber daya hayati (bundayati) di Siak Sri Indrapura maupun Kota Bengkalis, sebagai wahana konservasi ex-situ untuk mengkaji berbagai pontensi keanekaragaman hayati yang tedapat dalam area inti Cagar Biosfer GSK-BB. Hal tersebut dilakukan, agar dapat difungsikan sebagai wadah untuk penelitian dan pendidikan pemberdayaan hutan rawa gambut tersebut,” jelas sumber tersebut.

Selain berperan dalam pengembangan pariwisata, cagar biosfer GSK-BB juga mempunyai peranan penting dalam pendidikan sumberdaya alam. Sebagai kawasan unik yang mempunyai perwakilan ekosistem rawa hutan gambut dengan ciri “tasik”nya serta masyarakat di sekitarnya yang masih mempunyai budaya dekat dengan alam adalah tempat yang ideal sebagai wahana pendidikan sumberdaya alam. Dengan berbagai keanekaragam flora dan faunanya, kawasan ini menyediakan bahan-bahan pendidikan bagi para pemuda, pelajar, mahasiswa maupun masyarakat untuk mengenal lebih jauh tentang keanekaragaman hayati dengan berbagai gatra biologi dan ekologinya.

Pendidikan dan penelitian sumber daya hutan rawa gambut dengan stasiun penelitian di lapangan merupakan ciri khas kedua dari Cagar Biosfer GSK-BB, dan merupakan fungsi pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. Hal tersebut menunjang keberlangsungan perkembangan keanekaragaman hayati tetap lestari dan terjaga kehidupannya.

Pariwisata Alam dan Budaya

Cagar Biosfer GSK-BB mempunyai potensi yang tinggi bagi pengembangan pariwisata alam tropis. Potensi wisata Cagar Biosfer GSK-BB sangat bervariasi, unik, dan dekat dengan pasar wisata yaitu Malaysia dan Singapura. Kawasan ini diproyeksikan dapat dijadikan sebagai tujuan ekowisata unggulan dalam peta baru tradisi perjalanan di tahun-tahun mendatang.

Kawasan Cagar Biosfer GSK-BB dapat dibagi menjadi tiga wilayah pengembangan wisata yaitu wilayah area inti yang mewakili potensi alam (nature), wilayah pemukiman mewakili potensi budaya (culture), dan wilayah sungai-sungai dan tasik-tasik mewakili potensi petualangan (adventure) yang orientasi pengembangannya diarahkan pada karakter wilayahnya masing-masing. Orientasi utama pengembangan area inti diarahkan untuk wisata pendidikan dan penelitian (educational tour), baik dalam bidang keanekaragamanan hayati, ekologi hutan rawa gambut dan danau, serta sejarah geologis. Orientasi wilayah zona penyangga yang berbasis hutan tanaman industri diarahkan pada wisata pendidikan dan penelitian, sedangkan agro-ekosistem dan pemukinan kearah pengembangan masyarakat (eco-community based tourism). Keunikan wilayah perairan sungai dan tasik serta tracking hutan, orientasi pengembangannya diarahkan untuk wisata petualangan (adventure tourism), guna menyusuri jalur historis perdagangan Kerajaan Siak Sri Indrapura melintasi sungai Siak sungai Siak Kecil dan ekspedisi-ekspedisi penelitian perkebunan karet zaman dahulu.

“Pengembangan wisata di CB GSK-BB diarahkan ke jenis wisata alam dan ekowisata yang mandiri dengan menfokuskan wisata minat khusus, pembangunan fisiknya skala kecil yang memperhatikan arsitektur budaya asli masyarakat sekitar, dan pengelolaaanya dipercayakan kepada koperasi dan masyarakat setempat,” ujar sumber tersebut.

Pengembangan pariwisata alam dan budaya inilah yang menjadi ciri khas ketiga dari Cagar Biosfer GSK-BB, sebagai fungsi pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Kawasan ini diproyeksikan sebagai wahana peningkatan ekowisata yang berlandaskan keindahan, keunikan, dan kemurnian alam serta budayanya untuk menyejahterakan kehidupan manusia di sekitarnya.

Dengan pengembangan dalam sektor pariwisata, akan membawa cagar biosfer GSK BB sebagai objek yang memiliki nilai sosial dan budaya yang tinggi. Menjadi salah satu tujuan pariwisata yang memiliki unsur-unsur keanekaragaman budaya yang kental dari penduduknya.

Rawa Gambut

Lahan gambut dulu tidak diperhatikan, sekarang lahan gambut menjadi idola banyak kalangan, dari pemerintah, LSM hingga pengusaha. Catatan Greenpeace, suatu organisasi lingkungan global, total gambut di Indonesia ada 42 juta hektar alias 10 persen dari total gambut dunia. Di dalam 10 persen tersebut tentu termasuk lahan gambut yang ada di Giam Siak Kecil – Bukit Batu, Riau.

Biomassa di rawa gambut diketahui memiliki kandungan unsur karbon yang tinggi dan sejauh rawa gambut itu lestari, tentunya tidak ada kekhawatiran bahwa unsur karbon itu terlepas mempertinggi kandungan karbon di atmosfer yang menyumbang pada pemansan global. Apakah rawa gambut Giam Siak Kecil – Bukit Batu akan tetap lestari?

Secara keseluruhan ancaman itu telah dan masih ada. Citra satelit menunjukkan sejak tahun 1985 hingga tahun 2002, tutupan hutan di wilayah Giam Siak Kecil telah merosot dari sekitar 600.000 hektare menjadi kira-kira 350.000 hektare. Bagaimana dengan keadaan sekarang?

Ekosistem hutan rawa gambut di kawasan Suaka Margasatwa GSK sebagian besar telah mengalami gangguan baik penebangan liar, maupun perambahan lahan untuk pembukaan ladang dan pemukiman. Laporan LIPI (2007) menyebutkan bahwa wilayah Blok Tasik Betung, sebagian besar hutan rawa gambutnya sudah merupakan bekas tebangan liar. Sisa tegakan jenis primer hutan rawa gambut umumnya terdiri atas jenis-jenis tidak komersial dan berukuran relatif kecil. Hal ini kontras dengan ekosistem hutan rawa gambut kawasan konsesi PT Arara Abadi di Blok Bukit Batu yang tidak dikonversi masih relatif lebih baik. Penandanya adalah masih dijumpainya beberapa jenis utama yang berukuran cukup besar.

Perambahan terhadap hutan rawa gambut menjadi tantangan yang harus dihadapi oleh badan pengelola cagar biosfer. Tindakan – tindakan di lapangan sering kali diikuti cara informal yang lebih berhasil daripada pendekatan formal. Badan pengelola yang mengikutsertakan setiap pemangku kepentingan diharapkan mempu menjembatani solusi.

Pelestarian ekosistem ini bukan hanya melindungi satwa genting, tetapi sekaligus menjadi penyimpan cadangan karbon yang cukup besar di wilayah Riau. Sedikitnya terdapat 7,3 giga ton karbon di kawasan inti cagar biosfer.

Keanekaragaman Hayati GSK-BB

Hutan rawa gambut memang menjadi primadona di cagar biosfer giam siak kecil-bukit batu. Namun, sadarkah kita begitu banyaknya kekayaan keanekaragaman hayati yang terdapat didalamnya. Sejauh ini, keanekaragaman hayati yang ada di cagar biosfer sudah menjadi aset yang patut kita banggakan sebagai masyarakat Riau. Sebab, begitu banyak jenis tumbuhan dan pohon yang beraneka ragam yang tumbuh menghiasi lahan seluas 705.279 Ha tersebut.

Keanekaragaman Hayati Suaka Margasatwa Bukit Batu dari hasil survey LIPI menunjukan terdapat bermacam jenis pohon berkayu di areal inti seperti kempas (Koompasia malacensis), Meranti batu (Shorea uliginosa), Meranti bunga (Shorea teymanniana) Punak (Tetrameristra glabra), Durian burung (Durio carinatus), Bintangur (Calophyllum soulatri) )jika ingin mencoba tracking kita bisa melihat jenis tanaman yang masuk daftar red list IUCN yaitu Ramin (Gonystilus bancanus ) protected, kantong semar (Nephentes spp).

Dari berbagai keanekaragaman hayati yang paling dominan adalah tanaman ramin. Selain menjadi tanaman yang masuk daftar red list IUCN, ramin merupakan tanaman yang paling mudah dijumpai jika kita berkunjung ke cagar biosfer GSK-BB. Beragam jenis tanaman yang tumbuh menjadi aset yang harus kita jaga. Maraknya ilegal logging memang menjadi sebuah motivasi bagi kita untuk berupaya menjaga keanekaragamn hayati yang terdapat di Giam Siak Kecil-Bukit Batu.

Selain pohon-pohon besar yang menjulang tinggi, kita juga akan menjumpai kantung semar dan jamur yang banyak tumbuh di kawasan cagar biosfer. Suburnya tanaman di kawasan tersebut didukung oleh kondisi fisik alamnya yang tropis dan dekat dengan sumber air. Banyak sekali manfaat dari tanaman tersebut, selain digunakan sebagai penopang produksi kertas dari kayu yang dihasilkan, juga difungsikan sebagai penyerap air dan sebagai rumah bagi masyarakat yang tinggal di Giam Siak Kecil-Bukit Batu tersebut.

Ekowisata Cagar Biosfer GSK-BB

Sejak diresmikannya sebagai cagar biosfer ke-7 di Indonesia oleh Menteri Kehutaanan MS Kaban pada 1 Juli 2009 lalu, Giam Siak Kecil Bukit Batu semakin dikenal oleh masyarakat Riau. Perkembangan sumber daya alam lah yang semakin menunjang potensinya. Hal itu membuat pihak Sinarmas Forestry (SMF) ingin mengembangkan potensi alam itu dalam bidang pariwisata.

“Kami berkeinginan utuk mengembangkan kawasan cagar biosfer dalam ekowisatanya, sebab kami melihat bayak sekali potensi alam yang bisa dimanfaatkan untuk menunjang pariwisata tersebut, apalagi kondisi alamnya yang sangat cocok untuk tempat penelitian ataupun kegiatan liburan seperti outbond dan camping” tutur pihak SMF, Nurul Huda saat ditemui Duta Cagar Biosfer akhir Mei lalu.
Dilihat dari kondisi alamnya, lokasi yang tepat untuk dijadikan kawasan wisata terletak pada zona inti dan zona penyangga. Dipilihnya kedua zona tersebut karena melihat kondisi hutannya yang masih alami dan tidak padat penduduk, sehingga cocok untuk dijadikan lokasi wisata alam. Selain membuat fasilitas wisata seperti outbond, pihak SMF juga mengusulkan agar dibangunnya pondokkan-pondokkan yang difungsikan sebagai tempat peristirahatan jika ada tamu atau orang luar yang melakukan kunjungan ke cagar biosfer dalam rangka penelitian atau sekedar menikmati liburan.

Usulan SMF ini disambut baik oleh Andi Noviriyanti M.Si yang merupakan Direktur Eksekutif Save The Earth Foundation (SEFo) Riau Pos. SMF juga meminta kerja sama dengan Duta Cagar Biosfer untuk mensosialisasikan program tersebut. Bersama dengan Green Student Journalists (GSJ), duta cagar biosfer sudah mulai mensosialisasikan program tersebut dengan membuka pelatihan GSJ Weekend School yang tujuan akhirnya adalah memperkenalkan kawasan wisata yang ada di Riau terutama cagar biosfer GSK-BB.
Kegiatan wisata di cagar biosfer masih dalam tahap penyelesaian, tetapi Green Student Journalists (GSJ) yang dipimpin oleh Andi Noviriyanti M.Si bersama Duta Cagar Biosfer sudah merencanakan kegiatan pelatihan jurnalis dan tour wisata ke objek wisata alam yang ada di Riau dalam waktu dekat ini. Kegiatan tersebut bertujuan untuk mengajak generasi muda lebih mengenal alam Riau dan juga untuk meningkatkan rasa cinta lingkungan pada generasi muda tersebut.

“Kami juga mengusulkan, jika nantinya membangun pondokkan-pondokkan tersebut lebih baik menggunakan bahan baku yang berasal dari hasil alam cagar biosfer itu sendiri, karena itu berarti memanfaatkan sumber daya alam yang ada sekaligus untuk mengembangkan potensi alam itu sendiri,”tutup Nurul Huda. (pia-gsj)

Tungku Tanah, Hemat Energi

Kebiasaan masyarakat yang tinggal di GSK BB memang patut kita contoh. Sebab, keharmonian mereka dengan alam tergambarkan dengan cara mereka tidk merusak alam. Segala sesuatu yang mereka lakukan seperti memasak, tidak menggunakan kompor dengan bahan bakar minyak apalagi menggunakan kompor gas, tetapi mereka menggunakan tungku yang mereka buat dari tanah. Sehingga nyaman digunakan dan tidak merusak lingkungan tempat tinggal mereka.

Selain ramah lingkungan, tungku yang mereka buat dengan cara membuat lubang di tanah menciptakan sebuah inovasi yang bagus. Karena hal tersebut sejalan dengan program pemerintah untuk melakukan penghematan energi. Saat kita singgah di zona inti cagar biosfer ini, sejenak kita mengintip aktifitas kaum ibu-ibu yang memasak menggunakan tungku sederhana. Memang sekilas terlihat tidak memungkinkan digunakan sebagai alat memasak di era modern saat ini, tapi sepintas memutar balik kehidupan zaman dahulu yang tekstur pola hidupnya tidak jauh dari alam. Berbeda dengan kondisi kita saat ini, pola hidup kita telah jauh dari alam dan cenderung merusak alam.

Dan dari kebiasaan masyarakat GSK BB, kembali memberikan pelajaran berharga bagi kita yang tinggal di kota. Agar lebih bersahaja melakukan sesuatu hal yang tidak merusak alam. Toh, penghematan energi dengan menggunakan tungku dari tanah juga akan menghasilkan komentar positif, sebab tidak ada yang dirugikan jika dibandingkan dengan menggunakan kompor gas atau kompor rumah yang menggunakan bahan bakar minyak yang berbahaya bagi kita sendiri dan juga alam. Penghematan energi yang dilakukan masyarakat GSK BB terlihat dari pemakaian tungku tanah tersebut, bukan karena tidak mampu untuk menggunakan kompor minyak atau pun kompor gas. Namun terlihat amat jelas bahwa mereka membiasakan hidup dengan pola kesederhanaan.

Dengan adanya partisipasi kita untuk menjaga alam, tidak menutup kemungkinan bagi kita untuk melakukan kebiasaan hidup seperti masyarakat yang tinggal di GSK BB. Hemat energi dengan memanfaatkan sumber alam tanpa ada yang dirugikan dan merugikan. Alam pun tetap terjaga kondisinya. Beruntung masyarakat GSK BB yang tinggal dekat dengan sumber penghidupan yang sangat harmonis dengan alam (Pia/GSJ/NEW)

Santai, Memancing di Tasik

Aktivitas masyarakat GSK BB tak jauh dari alam. Selain menganyam rotan, menyalai ikan hasil tangkapan, menderes karet, memancingpun merupakan sebuah budaya. Budaya yang berawal dari sebuah kebiasaan, karena masih menghargai peradaban, hubungan masyarakat dengan alam begitu tergambar. Masyarakat biasa memancing diwaktu senggang, hanya untuk melepas penat. Namun, jika mereka ingin menangkap ikan untuk kebutuhan makan atau untuk dijual, mereka menggunakan alat penangkapan ikan berupa lukah yang terbuat dari bambu. Berbeda saat dengan memancing, mereka hanya menggunakan mata kail dengan batangan bambu kecil.

Sembari santai dan menghabiskan waktu, kegiatan masyarakat GSK BB berbilai positif. Memancing bukanlah hal yang luar biasa, karena di kota pun masyarakat biasa memancing di kolam pancing. Berbeda suasananya dengan masyarakat GSK BB yang memancing di tasik-tasik, suasana memancing dekat dengan alam membuat keharmonisan mereka dengan alam semakin saja. Sebab, mereka tidak merusak alam dengan menggunakan racun atau bahan kimia yang berbahaya. Bahkan jika dibandingkan dengan masyarakat yang memancing di kota, mungkin terbiasa memancing menggunakan alat-alat atau umpan pancing yang modern.

Selain hasil pancingan bisa untuk dimakan, kebiasaan tersebut juga menjalin silaturrahim antara manusia dan alam. Tanpa dipikir, secara langsung menghargai alam dengan menggali hasil alam yang ada merupakan sesuatu yang luar biasa manfaatnya. Kehidupan masyarakat GSK BB menggambarkan kesederhanaan, bila dipandang sekilas, perlengkapan, peralatan, alat-alat pekerjaan serta bangunan mereka menggunakan hasil alam. Hal itu mencerminkan begitu besarnya manfaat lam jika digunakan sesuai kebutuhan dan tidak merugikan.

Namun, kebiasaan memancing ini hanya dilakukan oleh masyarakat yang umumnya sudah berumur, karena memancing adalah hal yang bisa mereka lakukan disela masa tua mereka untuk mengisi waktu santai di sore hari. Menggunakan peralatan memancing yang sederhana, dan santai menjelang waktu sore habis diatas sampan kayu.

Harimau Sumatra : Si Belang yang terancam punah

Harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae), dari namanya saja kita sudah tahu bahwa harimau ini hanya dapat ditemukan dipulau sumatra, termasuk di propinsi Riau. Harimau ini termasuk dalam klasifikasi satwa kritis yang terancam punah (critically endangered). Kucing besar ini merupakan satu dari enam sub-spesies harimau yang dapat bertahan hidup hingga saat ini.

Harimau sumatra merupakan sub-spesies harimau terkecil yang memiliki warna lebih gelap daripada sub-spesies harimau yang lainnya. Salah satu yang menjadi keistimewaan harimau ini adalah ia dapat berenang dan memanjat pohon saat memburu mangsa. Harimau ini juga memiliki belang yang lebih tipis dibandingkan sub-spesies harimau yang lain.

Di propinsi Riau sendiri, harimau sumatra dapat di temukan di cagar biosfer Giam Siak Kecil Bukit-Batu (GSK-BB). Namun keberadaan harimau sumatra ini di propinsi Riau sendiri diprediksi akan punah pada tahun 2015. Mengapa bisa di prediksikan demikian? Tentu saja hal ini disebabkan karena adanya perusakan ekosistem dan menyebabkan si belang ini kehilangan habitatnya. Selain itu pemburuan terhadap harimau ini juga menjadi salah satu faktor menurunnya populasi harimau sumatra ini. Jangan sampai harimau yang menjadi kebanggaan kita ini menjadi ikut punah seperti para saudaranya terdahulu, Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) dan Harimau Bali (Panthera tigris balica). Semoga saja di CB-GSK-BB, kucing besar ini bisa dapat hidup dan berkembang biak dengan baik sehingga punahnya harimau sumatra ini tidak akan pernah terjadi.(Risky-GSJ)

Area Transisi (Transition Area)

Wilayah terluar dan terluas dari Cagar Biosfer adalah area transisi, umumnya terdapat berbagai kegiatan budidaya dari pemangku kepentingan dan masyarakat, dapat juga disebut juga sebagai “area untuk kerjasama”. Area transisi adalah lokasi untuk menerapkan berbagai model pembangunan berkelanjutan, di mana masyarakat setempat, lembaga-lembaga konservasi, organisasi masyarakat, kelompok budaya, pengusaha-pengusaha swasta dan pemangku kepentingan lain bekerja sama untuk mengelola dan mengembangkan sumber daya daerah yang bersangkutan.

Area transisi merupakan lokasi dimana pengembangan Cagar Biosfer diperkenalkan melalui kerjasama antara pengelola Cagar Biosfer, pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha, lembaga swadaya masyarakat, pemilik lahan, peneliti, penyuluh, tokoh-tokoh masyarakat, serta pemangku kepentingan lain. Area ini pada umumnya lebih luas dibanding area inti dan zone penyangga, batas luarnya harus jelas namun tidak harus ditapal batas dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan permasalahan yang ada. Secara ekologis, zona penyangga dan area transisi dapat dilihat sebagai lansekap yang terdiri dari beberapa ekosistem sehingga dapat menjamin berfungsinya ekosistem area inti. Selain itu, dalam kegiatan pengelolaan Cagar Biosfer haruslah memperhatikan juga keanekaragaman hayati dalam zona penyangga dan area transisi, tidak hanya di area intinya, baik yang terdapat secara alami di kantong-kantong kawasan lindung maupun sengaja dibudidayakan sebagai upaya konservasi ex-situ.

Wilayah area transisi usulan Cagar Biosfer GSK-BB seluas sekitar 304.000 ha sebagian besar adalah lahan bebas non konsesi dan sebagian kecil areal hutan tanaman Sinar Mas Forestry seluas sekitar 5.665 ha. Area transisi di sebelah selatan dan timur dibatasi oleh batas alam Sungai Mandau – Sungai Siak sampai muaranya di Selat Panjang, sebelah utara adalah batas alam pantai Selat Bengkalis, serta sebelah barat dibatasi oleh jalan antara Guntung sampai Duri hingga jembatan Sungai Mandau di Balai Pungut. Kejelasan batas luar area transisi ini menjadi sangat penting dalam kaitannya mengidentifikasi para pemangku kepentingan yang berada di wilayah Cagar Biosfer GSK-BB.

Usulan Cagar Biosfer GSK-BB adalah merupakan upaya konservasi contoh ekoregion hutan gambut Sumatera dengan keistimewaan banyaknya “tasik” (danau kecil) di dalamnya. Cagar Biosfer GSK-BB terletak di daerah aliran sungai Siak Kecil yang mempunyai peran menjaga keseimbangan eko-hidrologi daerah sekitarnya termasuk kota Siak Sri Indrapura. Untuk itu Cagar Biosfer ini perlu mempunyai rencana pengelolaan yang tepat karena lansekapnya sangat layak dikembangkan untuk mengimplementasikan pembangunan berkelanjutan, terutama memenuhi mandat Undang-Undang No. 5 Tahun 1990, pasal 5, yaitu untuk (a) perlindungan sistem penyangga kehidupan; (b) pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; dan (c) pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

Ardisia sp Si komplit

“Banyak baca, banyak tahu”. Slogan itu masih berlaku di era globalisasi saat ini, karena memang semakin majunya bidang tekhnologi semakin jauhnya kehidupan masyarakat dengan konsep alam. Semua yang dilakukan menggunakan mesin, baik dari segi pembangunan dan pendidikan. Sampai-sampai dalam bidang pengobatan pun menggunakan tekhnologi. Dan tanpa diimbangi dengan pengetahuan membaca, maka kita tidak akan tahu bahkan tidak mau tahu akan bahaya dari penggunaan tekhnologi dalam jangka panjang, dan jika kita banyak tahu tentunya hal itu berawal dari keinginan kita untuk mencari tahu “apa sih Ardisia sp itu?”.

Konsep alam memang harus kita terapkan dalam kehidupan saat ini, karena banyak sekali manfaat yang luar biasa bagi kita. Tuhan YME menciptakan alam ini dengan fungsinya masing-masing, demikian hal nya cagar biosfer GSKBB yang tidak pernah habis kekayaan alam yang ada didalamnya. Selain anggrek yang bisa meredakan demam, cagar biosfer ini juga menyimpan jenis tumbuhan lain yang sama memiliki manfaat bagi kesehatan kita yaitu Ardisia sp.

Ardisia sp juga merupakan tumbuhan hias, dan kini pun masih banyak kita jumpai di setiap sudut rumah. Karena tanaman yang satu ini mudah dirawat dan mudah beradaptasi dengan lingkungan tempat tinggalnya. Di cagar biosfer, tumbuhan ini hidup sedikit jauh dari sumber air. Dan banyak kita jumpai dipekarangan pemukiman masyarakat. Sebab pola hidup tumbuhan yang satu ini cenderung ditempat yang agak kering. Tanpa disiram pun tumbuhan ini akan tetap tumbuh, karena memang tumbuhan yang satu keluarga dengan Myrsinaceae ini tahan terhadap cuaca kering.

Banyak hal yang tidak kita tahu tentang botani yang satu ini. Ardisia sp memiliki 3 genus yang masing-masing genus memiliki fungsi yang berbeda bagi kesehatan kita. Yang pertama ada Ardisia colorata, seduhan daunnya dapat digunakan sebagai obat mulas. Kedua, Ardisia humilis, tumbuhan daunnya bisa digunakan sebagai obat kudis. Tidak hanya itu, buah dari Ardisia humilis ini juga bisa digunakan sebagai obat cacing. Dan yang ketiga, ada Ardisia laevigata, daun mudanya bisa dilalap. Tumbuhan yang bagus sebagai hiasan juga bagus bagi kesehatan. Hemat biaya juga tidak berbahaya karena alaminya.

Masyarakat yang tinggal di GSKBB biasa menggunakan tumbuhan-tumbuhan yang telah diketahui manfaatnya bagi kesehatan mereka. Tidak jarang mereka terserang penyakit karena memang mereka benar-benar memanfaatkan sumber alam CB sebagai penopang kelangsungan hidup mereka.

Acryopsis Javanica GSK-BB

Tidak ada habisnya jika kita menguak cerita dari cagar biosfer ke-7 di Indonesia ini. Giam Siak Kecil Bukit Batu ibarat sebuah istana dalam tanah yang menyimpan segudang harta karun yang tidak ada habisnya. Plantarum ( tumbuhan ) Acryopsis Javanica merupakan salah satu tumbuhan yang mudah berkembang biak dikawasan hutan alam dan rawa-rawa serta memilki manfaat bagi kesehatan kita.

Mungkin sebagaian dari kita sudah mengetahui tentang tumbuhan yang satu ini, Acryopsis Javanica (anggrek) adalah tumbuhan yang merupakan genus Acriopsis. Anggrek yang satu ini merupakan tumbuhan herbal dalam bentuk epifit kecil. Sepintas anggrek ini mirip dengan anggrek genus Cymbidium, tetapi dalam hal habitat berbeda.

Indonesia merupakan area persebaran terbesar dari anggrek tersebut, GSKBB adalah salah satu habitat persebaran dari anggrek yang memiliki nama ilmiah Acryopsis Javanica , karena GSKBB merupakan kawasan hutan yang alami dan memiliki rawa-rawa sehingga mempermudah perkembangbiakkan anggrek genus yang satu ini. Selain Indonesia, anggrek herbal ini juga tersebar negara lain seperti, nepal di kepulauan solomon.

Tumbuhan herbal adalah tumbuhan yang identik dengan kesehatan. Begitu hal nya dengan Acryopsis Javanica yang memiliki khasiat bagi kesehatan kita. Sebagian dari kita mungkin tidak tahu, bahwa selain menjadi tumbuhan cantik yang menghias setiap sudut rumah, tumbuhan ini juga berkhasiat untuk menjaga daya tahan tubuh dan meredakan demam. Memang terdengar sedikit aneh, tumbuhan yang tadinya berfungsi untuk mempercantik rumah malah memiliki fungsi lain bagi kita.

Jika kita benar-benar memanfaatkan anggrek yang satu keluarga dengan Orchidaceae ini, secara langsung kita sudah menghemat pengeluaran untuk meredakan demam dengan berobat ke dokter. Sekilas tumbuhan ini memang tidak terlihat agresif untuk kesehatan. Tetapi jika kita telah mencoba, khasiat yang luar biasa itu akan kita rasakan. Para peneliti plantarum telah melakukan sebuah riset yang membuktikan adanya senyawa kimia yang terdapat didalam Acryopsis Javanica berupa zat antibodi yang mampu membunuh virus penyebab demam serta mengembalikan daya tahan tubuh. Bagaimana bisa tanaman hias tersebut melakukan reaksi kimia yang mampu mengoptimalkan kesehatan kita jika kita tidak mencobanya sendiri.(pia/GSJ)

Kamis, 08 September 2011

Perubahan Iklim Mengubah Ekosistem

Perubahan iklim membuat perubahan besar dalam ekosistem, seperti perubahan siklus hidup tumbuhan dan hewan dan peningkatan level permukaan laut. Demikian hasil penelitian yang disampaikan oleh Patrick Gonzales, US National Park Service dalam presentasi "Discovering Ways to Vulnerable Ecosystems Adapt to Impacts of Climate Change" pada 2011 Indonesian-American Kavli Frontiers of Science Symposium, Sabtu (9/7/2011) lalu di Bogor.

Ia menjelaskan, perubahan iklim menggeser waktu vegetasi berbunga serta migrasi hewan. Peristiwa-peristiwa secara tidak langsung memengaruhi siklus hidup tumbuhan dan hewan, dan pada akhirnya, memengaruhi kelangsungan ekosistem.

"Indikasi dari perubahan iklim juga terdeteksi menggandakan kematian pohon di Amerika Serikat selama 1955 hingga 2007," jelasnya. "Dampak besar lainnya, kenaikan temperatur dan ketinggian permukaan laut," tambah Gonzales.

Penelitian Gonzales mengamati berbagai wilayah di seluruh dunia ini. Pada sejumlah area yang ekosistemnya mengalami perubahan besar, menurutnya, "Lebih terkait karena faktor perubahan iklim daripada faktor-faktor lain."

Riset ini, menurut Gonzales, diharapkan dapat menyediakan informasi dan data yang bisa dipakai sebagai rujukan dalam mengelola metode-metode adaptasi terhadap perubahan ini. "Saat tidak memungkinkan lagi, relokasi diperlukan," katanya.

Responding to the Global Climate Change and Millenium Development Goals (MDGs)

Indonesia believes that to ensure sustainable development, it is imperative to integrate the socio-economic and natural resources conservation and continous improvement of ecosystem quality. It is expected that through this development, the community welfare can be improved while addressing socio-economic and cultural aspects. The emergence of the new understanding, That economic deevelopment needs the sustainability of natural resources, provides hope in the realization of the biosphere concept of management in indonesia.
The Biosphere Reserve enables stakeholders to achieve stable and healthy economic development practices and strong positiv attitude in understanding the importance of natural resources conservation for the future of mankind.
The global challenges that the Giam Siak Kecil-Bukit Batu Biosphere Reserve initiative seeks to answer are:
accelerated climate change with adverse qonsequences to societies and ecosystems
accelerated loss of biological and cultural diversity that impact on the ability of ecosystems to continue to provide services critical for human wellbeing
rapid urbanization as a driver of enviromental change leading to degradation. The internasional program like “Man and the Biosphere” is designed to meet these challenges.

Regional focused projects are being launched around the world to seek and develop new methods and practices to preserve the quality of the natural enviroment for all humankind over the long term.

Future actions in Giam Siak Kecil-Buit Batu Biosphere Reserve to the climate change and MDG challenges are:
1. Research, training, capacity building and demonstration agendas of MAB at the interface between the interlinked issues of conservation and sustainable use of biodiversity, mitigation and adaptation to climate change, and socio-economic and cultural well-being of human communities
2. Develop Giam Siak Kecil-Bukit Batu Biosphere Reserve as learning site for sustainable development, i.e. demonstrating approaches to enhance co-operation amongst stakeholder to improve enviromental, economic and social conditions
3. Public awareness initiatives

Laporan Hasil Quisioner Survey Agustus 2011



Kegiatan survey ini merupakan agenda kerja Duta Cagar Biosfer GSK BB pada Agustus 2011, yang telah dilaksanakan sejak tanggal 1-31 Agustus 2011. Adapun tujuan pelaksanaan quisioner survey ini adalah agar masyarakat umum khususnya generasi muda mengetahui keberadaan Giam Siak Kecil-Bukit Batu sebagai cagar biosfer pertama yang ada di Riau. Sealigus merealisasikan peran penting lingkungan dalam kehidupan manusia.

  1. Bentuk kegiatan
    • Quisioner survey (via online & fotokopi)

  1. Sasaran
    • Generasi muda (Pelajar dan mahasiswa)
    • Masyarakat umum

  1. Quisioner
a.    Apakah anda mengetahui keberadaan Giam Siak Kecil-Bukit Batu sebagai cagar biosfer pertama di Riau ?
b.      Dari manakah anda mengetahui Giam Siak Kecil-Bukit Batu tersebut ?
c.       Layakkah kondisi lingkungan di Riau saat ini ?
d.      Apakah anda mengetahui program pemerintah tentang Go Green ?
  1. Hasil quisoner Survey dengan riset 100 orang pelajar
            a. quisioner A
    • Tahu                            : 23%
    • Tidak tahu                   : 66%
    • Ragu-ragu                   : 11%

b. quisioner B
    • Web                             : 13%
    • Koran                          : 9%
    • Televisi                        : 1%

c.quisioner C
    • Layak                          : 19%
    • Tidak layak                 : 69%
    • Tidak tahu                   : 12%

                  d. quisioner D
    • Tahu                            : 53%
    • Tidak tahu                   : 34%
    • Ragu-ragu                   : 13%
  

        Hasil quisioner survey dengan riset 100 warga masyarakat

            a. quisioner A
    • Tahu                            : 13%
    • Tidak tahu                   : 47%
    •  Ragu-ragu                  : 40%  
           b. quisioner B
    • Web                             : 12%
    • Koran                          : 23%
    • Televisi                        : 1%

          c. quisioner C
    • Layak                          : 69%
    • Tidak layak                 : 11%
    • Tidak tahu                   : 22%

          d. quisioner D
    • Tahu                            : 65%
    • Tidak tahu                   : 11%
    • Ragu-ragu                   : 24%

        Hasil quisioner survey via online

            a. quisioner A
    • Tahu                            : 83%
    • Tidak tahu                   : 7%
    •  Ragu-ragu                  : 10%
           b. quisioner B
    • Web                             : 82%
    • Koran                          : 12%
    • Televisi                        : 1%

          c. quisioner C
    • Layak                          : 50%
    • Tidak layak                 : 30%
    • Tidak tahu                   : 20%

          d. quisioner D
    • Tahu                            : 55%
    • Tidak tahu                   : 15%
    • Ragu-ragu                   : 30%


       
  1. Tujuan akhir kegiatan quisioner survey
Melihat hasil quisioner baik via online maupun secara langsung dalam bentuk fotokopian pertanyaan dengan riset yang telah ditentukan, hanya diperlukan sedikit pembenahan sosialisasi dengan umum tentang keberadaan GSK BB tersebut. Sekian riset menunjukkan kurangnya pengetahuan umum tentang cagar biosfer tersebut. Untuk itu, berkenaan dengan agenda kerja duta pada bulan September 2011 yaitu sosialisasi ke sekolah-sekolah, universitas dan masyarakat umum tentang cagar biosfer GSK BB dan isu-isu lingkungan, duta akan mensosialisasikan info-info GSK BB tersebut kepada umum yang belum sama sekali mengetahui GSK BB dan isu-isu lingkungan tersebut. Dalam artian, kendala yang terdapat dalam tugas quisioner survey pada bulan Agustus 2011 akan dicerna kembali dalam bentuk sosialisasi pada bulan September 2011.

  1. Kesimpulan
Demikian laporan kegiatan quisioner survey yang telah dilaksanakan, dan akhir dari kegiatan ini akan menjadi nilai pertimbangan dalam agenda kerja duta pada September 2011, dan menjadikan hal tersebut sebagai cambuk khusus bagi duta agar lebih giat lagi bersosialisasi agar dunia kecil dan besar mengetahui keberadaan cagar biosfer GSK BB.