MERAUP RUPIAH DARI SILAIS DAN BAUNG

Ikan selais dan baung dapat dimanfaatkan sebagai komoditi. Kedua jenis ikan ini juga bisa dimanfaatkan sebagai komoditas ekonomi. Masyarakat Desa Tamiang Kecamatan Bukit Batu Kabupaten Bengkalis dan Desa Tasik Betung Kecamatan Sungai Mandau Kabupaten Siak, melihat potensi tersebut sebagai penambah pendapatan mereka. .

Sosialisasikan Cagar Biosfer Lewat Blog

CAGAR Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu (CB GSK-BB) kini juga disosialisasikan melalui media internet. Tentunya di era kemajuan teknologi ini akses tercepat untuk mendapatkan informasi adalah melalui internet.

Tingkatkan Program Budidaya di Cagar Biosfer'

Suatu kawasan akan mempunyai kontribusi bagi manusia, apabila budidayanya baik. Karena dengan adanya budidaya itulah suatau kawasan dapat berkembang. Demikian halnya yang dilakukan oleh Sinarmas Forestry (SMF) terhadap Giam Siak Kecil-Bukit Batu (GSK-BB).

Riau Miliki Pengolahan Air Gambut Terbesar

BUKITBATU (RP)- APAG 60 atau Alat Pengolaan Air Gambut 60 yang dipasang di Tanjungleban, Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis, Riau merupakan alat pengolahan air gambut terbesar di Indonesia

SAM KEHUTANAN RESMIKAN SEKRETARIAT CAGAR BIOSFER

GSKBB - Staf Ahli Menteri (SAM) Kehutanan Dr Agus Mulyono meresmikan pemakaian Sekretariat Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu (GSKBB).

Jumat, 18 November 2011

Buaya Muara di Distrik Bukit Batu


Berawal pada tahun 2007 ditemukan buaya ukuran dewasa di lingkungan kanal distrik humus, terjebak masuk dalam ponton besi yang terisi air hujan mengakibatkan permukaan air dengan ponton besi sama rata sehingga buaya terjebak kemudian dilakukan penangkapan oleh pawang setempat dan dibawa untuk dikarantina, menurut informasi buaya pelihara pawang tersebut mati penyebab kematian belum teridentifikasi, kemudian pada tahun 2008 ditemukan buaya ukuran dewasa di sekitaran parit dekat pemukiman karyawan ditemukan ketika sedang mengintai mangsa kambing milik penghuni mess karyawan, melihat pengalaman sebelumnya pihak perusahaan berinisiatif melakukan penangkapan dan segera melakukan pelepasan ke habitat aslinya di hulu sungai bukit batu, dan pada akhir 2009 ditemukan kembali 3 ekor anak buaya berukuran <1 meter diperkirakan buaya tesebut merupakan generasi dari induk buaya yang tertangkap pada tahun 2008 hingga saat ini masih dalam pengawasan di kolam karantina. Dan jika melihat kronologis kejadian tersebut ada beberapa indikator yang menyebabkan buaya keluar dari habitat aslinya yaitu Ekologi, yang mempengaruhi prilaku dan pakan dari buaya.
Hewan predator memiliki naluri memburu atau indra penciuman mencari mangsa, dengan radius cukup jauh hidup untuk mencari mangsa dimana ketersediaan pakannya terpenuhi. Pada musim kawin dan bertelur buaya dapat menjadi sangat agresif dan mudah menyerang manusia atau hewan lain yang mendekat. Di musim bertelur buaya amat buas menjaga sarang dan telur-telurnya. Induk buaya betina umumnya menyimpan telur-telurnya dengan dibenamkan di bawah gundukan tanah atau pasir bercampur dengan serasah dedaunan. Induk tersebut Kemudian menungguinya dari jarak sekitar Buaya umumnya menghuni habitat perairan tawar seperti sungai, danau, rawa dan lahan basah lainnya. Makanan utama buaya adalah hewan bertulang belakang seperti bangsa ikan, reptil dan mamalia, terkadang juga memangsa moluska dan krustasea bergantung pada spesiesnya. Jika melihat kondisi kanal yg ada di perusahaan memberikan sumber protein cukup, penyebab buaya keluar dari habitatnya kemungkinan ketersedian pakan di alam tidak mencukupi, pasang surut air berpengaruh terhadap ketersedian ikan tidak seperti kanal perubahan tinggi muka air tidak terlalu signifikan kondisi ini cocok untuk perkembangbiakan ikan. Buaya akan mencari tempat dmana keberadaan pakan berlimpah dan lingkungan yang tenang untuk berkembang biak, terbukti penangkapan buaya pada tahun 2008 disertai penemuan sarang dan telur yang sudah menetas 2 meter.
Seperti yang diketahui, area bukit batu merupakan konsesi lahan gambut dimana sistem kanalisasi diaplikasikan untuk kegiatan operasional, setiap kanal memiliki jalur akses yangg saling berhubungan, sebagai contoh didalam hutan lindung terdapat anak sungai merupakan inlet dari sungai bukit batu hal ini yang mengindikasikan akses tersebut dijadikan sebagai pintu masuk oleh buaya untuk mencari makan dan tempat baru untuk berkembang biak. Karakteristik sungai bukit batu merupakan salah satu habitat yang cocok bagi buaya muara, dengan vegetasi dan tasik atau danau yang biasa digunakan buaya untuk berkembang biak, namun kondisi saat ini aktifitas jalur sungai sering dilalui oleh jalur pompong untuk berbagai kegiatan antara lain, nelayan sungai dan pengangkut kayu illegal, kondisi ini dapat mempengaruhi habitat buaya, karena buaya mencari tempat tinggal yang lebih tenang jauh dari jangkauan aktifitas masyarakat, tidak seperti di kanal akses digunakan dimana ada kegiatan operasional saja. Kemungkinan buaya menggunakan kanal - kanal yang jarang dilalui, kondisi seperti ini yang digunakan buaya untuk mencari kenyamanan berkembang biak dan merupakan  lokasi sumber pakan. Dengan hal tersebut pengawasan yang kuat akan terus dilakukan agar buaya tetap berada pada habitat aslinya. Berdasarkan data-data mengenai penemuan buaya muara tersebut akan dijadikan sebagai acuan untuk mengetahui keberadaan buaya muara saat ini.(pia-gsj)




Mengenal Tasik Betung



Keindahan panorama alam yang membentang sejauh mata memandang menjadikan kawasan Tasik Betung yang berada di zona inti Giam Siak Kecil-Bukit Batu sebagai objek alam yang luar biasa. Bagi kita yang sibuk dengan ramainya kota, mungkin sangat asing mendengar Danau Air Hitam Tasik Betung. Bagaimana tidak, kawasan danau ini berada tepat di zona inti GSK-BB, yang bila ditempuh melalui jalur darat akan memakan waktu selama 4 jam agar kita dapat menikmati keindahannya.
Selain berfungsi sebagai menyerap air, danau tersebut juga memiliki banyak manfaat. Masyarakat yang tinggal di kawasan Tasik Betung biasa menggunakan air danau tersebut untuk keperluan sehari-hari seperti mandi, mencuci pakaian dan lain sebagainya. Tidak hanya itu, aktifitas masyarakatnya juga bergantung pada danau air hitam itu. Memanfaatkan hasil alam dengan menjadikan danau tersebut sebagai sumber mata pencaharian mereka. Sebagian masyarakat yang berada disana bekerja sebagai nelayan. Aktifitas nelayan mereka didukung oleh alat yang sangat sederhana yaitu lukah. Lukah adalah alat penangkap ikan yang terbuat dari bambu. Dan bambu itu sendiri berasal dari kekayaan hutan yang mereka tinggali.
Tempat tinggal mereka pun juga dibangun dengan menggunakan hasil alam. Yang terbuat dari kayu yang berasal dari hutan. Berjalan sedikit curam kebawah akan mengantarkan kita ke tepian danau air hitam tersebut. Apabila sore hari, anak-anak yang tinggal di kawasan Tasik Betung menghabiskan waktu sore mandi bersama teman-teman sekolahnya.
Kekayaan hasil alam yang ada di danau air hitam tidak bisa terhitung banyaknya. Salah satu yang bisa kita jumpai adalah ikan gembung. Dan masih banyak lagi ikan jenis lainnya.
Menghabiskan waktu liburan di kawasan Tasik Betung adalah plihan yang pas. Sebab, selain menambah wawasan kita juga dapat lebih dekat dengan cagar biosfer ke tujuh di Indonesia ini. kawasan zona inti yang memiliki luas 178.722 haktare ini merupakan kawasan lindung lahan gambut. Jadi, selain menikmati indahnya danau air hitam, kita juga bisa melihat secara langsung betapa luasnya ladang gambut disepanjang perjalanan.
Keramahan masyarakat yang berada di Desa Kampung Baru tersebut menggambarkan dedikasi mereka yang bersahabat dengan alam. Karena kelangsungan hidup mereka bergantung pada alam. Ada yang unik dari cara mereka yang menggunakan logat melayu. Dan yang menjadi ciri khas adalah masakan mereka, jika kita mencicipi masakan yang mereka hidangkan, kita seakan berada pada suatu restauran yang penuh rempah-rempah. Sajian masakan mereka terasa unik dan nikmat dengan sajian bumbu rempah yang bersumber dari alam. Hal itu menggambarkan bahwa banyak sekali manfaat alam bagi manusia.
Tanpa kita sadari, warisan alam Riau ini sangat berperan penting demi masa depan kita. Bagaimana tidak? Bisa kita bayangkan jika kita hidup diatas bumi ini tanpa ada satupun pohon. Maka keadaan akan terasa panas, gerah dan tidak hanya itu saja, bencana yang terjadi seperti banjir kerap datang silih berganti.
Hal tersebut disebabkan karena kurangnya animo kita untuk sadar akan peran penting lingkungan bagi kita sendiri. Seperti halnya hutan rawa gambut yang alami, kawasan Tasik Betung masih butuh perhatian dari kita. Sebab, keletariannya bergantung pada kita bagaimana menjaganya. Ia akan terus tumbuh dan berkembang, tetapi jika tidak diimbangi dengan kesadaran kita untuk menjaganya, kesuburannya tidak akan bertahan lama.
Panorama alam yang membentang di tepian danau air hitam, akan memberikan sejuta inspirasi bagi kita. Karena sentuhan kedekatan jiwa dengan alam lah yang akan memberikan nuansa mencintai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Bagi sebagaian orang mungkin tidak penting berwisata alam. Tetapi, cobalah kita sejenak menyempatkan waktu ke danau air hitam di kawasan zona inti cagar biosfer ini maka Anda akan tahu bahwa tidak rugi dan tidak membuang-buang waktu. Jika dibandingkan dengan kawasan gambut yang kita ketahui, di cagar biosfer inilah yang memiliki lahan gambut terbaik. Selain kondisinya yang sangat alami, lokasinya juga strategis dan mudah untuk menginjakkan kaki disana.
Memang yang menjadi keunikan di Tasik Betung ini adalah danau air hitamnya. Tetapi satu kali melangkah, dua, tiga pulau terlewati. Selain menimati indahnya danau air hitam, kita juga bisa sekalian menikmati lahan gambut yang mungkin selama ini kita hanya melihatnya melalui situs media.
Keunikkan sebuah daerah terdapat pada kondisinya yang alami. Menjaga kawasan danau air hitam agar tetap alami merupakan tugas kita bersama. Paling tidak dengan inisiatif kita yang ingin tahu lebih jauh tentang danau tersebut akan membuat kita belajar bagaimana mencintai lingkungan.(pia-gsj)




Serindit Penghuni GSK-BB


Ekosistem hutan merupakan rumah bagi berbagai jenis makhluk hidup penghuni palanet bumi ini. Namun kondisi jumlah areal hutan yang semakin menurun dapat mengancam keselamatan poulasi berbagai jenis satwa yang menghuni ekosistem tersebut. Perduli, menjaga dan melestarikan adalah cara yang sebaiknya dilakukan agar alam dapat diwariskan untuk generasi dimasa depan. Giam Siak Kecil-Bukit Batu (GSK-BB), salah satu ekosistem hutan yang masih tersisa. Cagar biosfer yang memiliki luas 178.722 hektar ini masih menyimpan berbagai keunikan satwa yang eksotis.
Salah satu jenis spesies burung yang menghuni di GSK-BB adalah Serindit Melayu atau Loriculus galgulus. Burung ini berukuran kecil, dengan panjang mencapai 12 cm, berekor pendek dan berparuh-bengkok. Bulunya didominasi oleh warna hijau dengan sebagian bulu ekor dan leher berwarna merah. Walaupun ada perbedaan, burung jantan dan betina hampir serupa. Burung serindit jantan memiliki bercak kepala bagai mahkota berwarna biru dan bercak tenggorokan berwarna merah, warna secara keseluruhan lebih cerah dan bersih. Burung betina berwarna lebih kusam dibanding jantan.
Habitat dan populasi Serindit Melayu tersebar di hutan dataran rendah, dari permukaan laut sampai ketinggian 1,300m di Asia Tenggara. Memiliki area habitat untuk hidup dan mencari makan hingga radius 1.410.000 Km persegi.
Meskipun belum terdaftar dalam kategori ke dalam daftar satwa yang terancam punah, namun jika tidak serius dalam menjaga kelestarian hutan dan isinya tentunya dalam hitungan waktu, satwa yang menjadi maskot Riau ini akan terancam punah. Oleh karena itu dengan keutuhan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu (GSKBB) Riau diharapkan serindit terus ada. (diah-gsj)

Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu


Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu (CB-GSKBB) merupakan cagar biosfer pertama di Riau. Menyatukan dua kawasan konservasi, yaitu Giam Siak Kecil dan Bukit Batu. Cagar biosfer ini telah menjadi warisan Riau untuk dunia. Namun sejauh mana Anda mengetahui keberadaan CB GSKBB tersebut?


Jika jawabanya belum banyak atau bahkan masih ada yang belum tahu sama sekali tentang Cagar Biosfer GSK-BB, wah, sayang sekali. Padahal UNESCO telah menetapkan Cagar Biosfer ini sebagai bagian dari warisan alam dunia, dan terletak di Riau, pasti sebagai orang Riau, ini menjadi kebanggaan kita. Namun, jika tidak tahu sama sekali wah, sebagai masyarakat Riau, harusnya kita malu.

Namun, tidak perlu khawatir sebab saat ini CB GSKBB sudah hadir dalam bentuk online, sekarang kita bisa tinggal membuka blog mengenai cagar biosfer ini, dengan alamat blog:

www.cagarbiosfergiamsiakkecilbukitbatu.blogspot.com

Dalam blog ini, kita bisa mengetahui cagar biosfer ini lebih banyak lagi. Mulai dari lahirnya Cagar Biosfer GSK-BB, kekayaan alam yang terdapat di dalamnya dan kronologis pembentukannya hingga menjadi cagar biosfer. Pada blog ini juga kunjungan-kunjungan dan penelitian-penelitian dari berbagai pihak baik dari dalam maupun luar negeri. Selain itu, blog ini juga memberikan informasi kepada kita tentang perkembangan-perkembangan terbaru seputar cagar biosfer GSK-BB.

Jadi tunggu apa lagi? Jangan sampai kita sebagai masyarakat Riau masih belum tahu mengenai kekayaan alam yang luar biasa ini. Setiap kita pada hakekatnya adalah seorang duta. Melalui blog ini, Informasi yang kita ketahui sebaiknya segera disebarkan dan diberikan kepada orang lain. Hingga nantinya cagar biosfer GSK-BB ini nantinya menjadi dikenal, menjadi salah satu identitas kita sebagai masyakat Riau yang membanggakan. (Roby Anggriawan/gsa)





Cagar Biosfer Itu Bernama Giam Siak Kecil – Bukit Batu

Suatu tempat yang letaknya tak jauh dari garis khatulistiwa. Bentangan hutan perawan dari sedikit yang tersisa di permukaan Bumi. Selama ribuan tahun cuaca dan iklim telah membentuknya. Menyisakan pemandangan yang purbawi sebagaimana hutan pada mulanya, sebelum peradaban mengubahnya. Dan bentangan hutan ini adalah bentangan hutan dataran rendah yang khas. Setiap helai daun, setiap batang ranting berjatuhan ke lantai hutan bercampur dengan fosil dan jasad renik bertumpuk lapis demi lapis membentuk hutan rawa gambut yang unik. Selain menyimpan stok karbon yang paling tinggi, hutan ini merupakan gudang keanekaragaman hayati. Penelitian oleh WWF (World Wide Fund For Nature) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada tahun 2003, menunjukkan di dalam blok hutan seluas 0.2 hektare terdapat sedikitnya 215 jenis tumbuhan berbunga.


Data dan fakta tentang kawasan hutan yang terletak di antara Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Siak ini semakin menebalkan semangat para peneliti dan kelompok pelestari. Artinya Sumatera khususnya Riau masih memberikan harapan untuk menerapkan konsep-konsep pelestarian. Hutan yang menyumbangkan warna hijau yang tebal dan acak itu berada di dalam dua kawasan lindung rawa gambut, Suaka Margasatwa Giam Siak Kecil dan Bukit Batu. Warna hijau itu terpisahkan oleh warna hijau yang memuda, kawasan hutan produksi yang kemudian ditetapkan menjadi kawasan pelestarian oleh Sinarmas Forestry.


Ketiga kawasan, Suaka Margasatwa Giam Siak Kecil, Suaka Margasatwa Bukit Batu, dan kawasan konsesi perhutanan Sinarmas Forestry, bila digabungkan akan membentuk hamparan hutan seluas 178.722 hektare atau kira-kira 2,7 kali luas Provinsi DKI Jakarta. Upaya sekecil apapun untuk mengkonservasi dan menghindari deforestasi hutan rawa gambut akan sangat berarti, walaupun pengalaman menunjukkan bahwa pengelolaan kawasan konservasi tidaklah mudah. Oleh karena itu perlu pendekatan yang tepat untuk pengelolaan SM Giam Siak Kecil dan SM Bukit Batu. Pengembangan kedua SM dan areal sekitarnya sebagai Cagar Biosfer dipandang merupakan pendekataan pengelolaan yang paling tepat. Pada tahun 2006, Sinarmas Forestry mengusulkan gabungan ketiga kawasan tersebut kepada pemerintah untuk menjadi Cagar Biosfer di Provinsi Riau.


Setelah melalui proses panjang, akhirnya Cagar Biosfer Giam Siak Kecil - Bukit Batu ditetapkan dalam sidang MAB (Man and the Biosphere) - UNESCO di Jeju, Korea Selatan, 26 Mei 2009 lalu. GSK-BB adalah satu dari 22 lokasi yang diusulkan 17 negara yang diterima sebagai cagar biosfer.


Tahun ini adalah tahun kedua setelah penetapan Giam Siak Kecil – Bukit Batu menjadi cagar biosfer, masih banyak yang harus dilakukan. Ini menjadi pekerjaan rumah bersama, pengelolaan kawasan harus dilakukan bersama antara pemerintah, swasta, dan komunitas sesuai dengan area yang dikelolanya dan kompetensinya. Status cagar biosfer bukan merupakan tujuan akhir, melainkan awal dari kerja besar yang menanti. (risky ade maisal)



















Selasa, 04 Oktober 2011

Duta Cagar Biosfer Giam Siak Kecil - Bukit Batu (Risky, Fiky, Pia) bersama Utusan UNESCO Jakarta dan Perwakilan dari Kongo di Workshop South-South Cooperation 2th di Pekanbaru, Indonesia






 Duta Cagar Biosfer (risky-viky-pia) bersama Mr. Alberto, Utusan dari UNESCO Jakarta pada Workshop South-South Cooperation (4-8 Oct 2011) di Pekanbaru, Indonesia