MERAUP RUPIAH DARI SILAIS DAN BAUNG

Ikan selais dan baung dapat dimanfaatkan sebagai komoditi. Kedua jenis ikan ini juga bisa dimanfaatkan sebagai komoditas ekonomi. Masyarakat Desa Tamiang Kecamatan Bukit Batu Kabupaten Bengkalis dan Desa Tasik Betung Kecamatan Sungai Mandau Kabupaten Siak, melihat potensi tersebut sebagai penambah pendapatan mereka. .

Sosialisasikan Cagar Biosfer Lewat Blog

CAGAR Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu (CB GSK-BB) kini juga disosialisasikan melalui media internet. Tentunya di era kemajuan teknologi ini akses tercepat untuk mendapatkan informasi adalah melalui internet.

Tingkatkan Program Budidaya di Cagar Biosfer'

Suatu kawasan akan mempunyai kontribusi bagi manusia, apabila budidayanya baik. Karena dengan adanya budidaya itulah suatau kawasan dapat berkembang. Demikian halnya yang dilakukan oleh Sinarmas Forestry (SMF) terhadap Giam Siak Kecil-Bukit Batu (GSK-BB).

Riau Miliki Pengolahan Air Gambut Terbesar

BUKITBATU (RP)- APAG 60 atau Alat Pengolaan Air Gambut 60 yang dipasang di Tanjungleban, Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis, Riau merupakan alat pengolahan air gambut terbesar di Indonesia

SAM KEHUTANAN RESMIKAN SEKRETARIAT CAGAR BIOSFER

GSKBB - Staf Ahli Menteri (SAM) Kehutanan Dr Agus Mulyono meresmikan pemakaian Sekretariat Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu (GSKBB).

Rabu, 02 Januari 2013

Langur, Bukan Sekedar Kisah Lutung Kasarung


    KITA tentunya sudah mendengar kisah Lutung Kasarung dalam berbagai dongeng di Indonesia. Namun sebagian besar kita menganggap lutung dalam dongeng itu hanya karangan belaka. Tapi beberapa tahun belakangan ini, sudah banyak peneliti yang menemukan spesies primate satu ini diberbagai kawasan hutan di Indonesia, seperti Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Semenanjung Malaya.
    Dan menurut berbagai informasi, ada beberapa ekor Langur atau Lutung di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit batu. Langur atau Lutung adalah jenis monyet dari keluarga monyet Dunia Lama (cercopitheceae). Saat ini terdapat 15 jenis spesies langur yang berhabitat asli di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Langur disebut monyet daun karena seringkali mengonsumsi daun.
    Ciri khas monyet ini adalah memiliki perut yang besar, namun bergitu tubuhnya tetap terlihat langsing dengan ekor yang panjang. Langur yang memiliki nama latin Presbytis melalophos memiliki rambut tubuh bervariasi, warnanya berkisar dari merah, perak, abu-abu, emas dan hitam. Berat langur dewasa bervariasi dari 5 kg sampai 18 kg dengan tinggi dari 43 sampai 79 cm, tidak termasuk ekornya yang dapat mencapai panjang dari 53 sampai 107 cm.
    Jantannya lebih besar dibanding betina.
Langur berhabitat di hutan hujan panas, hutan rawa lembap sampai hutan pegunungan yang dingin. Sebagian besar waktunya dihabiskan di pohon. Beberapa spesies hidup di tanah. Satu kelompoknya terdiri dari 10 sampai 40 ekor anggota.
    Langur betina biasanya melahirkan 1 ekor atau kembar sebanyak 1 atau 2 kali setiap 2 tahun sekali. Anak langur bergantungan pada tubuh induknya dari 150 sampai 220 hari. Hingga spesies ini termasuk sedikit jumlahnya. Dan termasuk hewan yang wajib dilindungi, dan terancam punah perdagangan dan pemburuan hewan ini terus berlangsung (Appendix II). (melati-gsj/dac)

Bintangur, Sang Tabib Virus HIV



Keanekaragaman hayati yang ada di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu, tidak hanya memberikan kegembiraan yang mendalam oleh para satwa yang mendiaminya. Namun, juga memberikan sejuta manfaat bagi manusia. Salah satu spesies tanaman yang saat ini dikembangkan dan diteliti adalah Bintangur. Bintangur atau Bintangor adalah salah satu spesies tumbuhan dalam famili Calophyllaceae yang berasal dari Semenanjung Malaysia dan Kalimantan yang saat ini juga mendiami cagar biosfer. Spesies satu ini mempunyai nama botaninya Calophyllum austrocoriacium. Pokok Bintangur dapat tumbuh hingga 20 meter (65 kaki). Tumbuhan ini memiliki kulit kayu berwarna kekuning-kuningan, dan mempunyai sedikit rekahan, daunnya keras, dan tekstur permukaan atasnya lekit-lekit. Apabila berbunga, akan tumbuh dalam jambak-jambak yang pendek. Sedangkan buahnya berbentuk bulat, dengan diameternya sebanyak 2-3 sentimeter.

Keistimewaan tanaman ini adalah terbukti bisa digunakan sebagai penghambat pertumbuhan virus HIV. Seperti kita ketahui, Sejumlah obat telah diluncurkan di pasaran untuk menghambat proses pertumbuhan virus HIV sehingga penderita AIDS bisa memiliki waktu lebih banyak untuk menghabiskan sisa umurnya. Dan tak semua penderita AIDS berkantong tebal untuk bisa membeli obat penghambat pertumbuhan virus HIV yang tergolong mahal ini. Namun, dengan adanya kehadiran tumbuhan ini dapat dijadikan obat penghambat virus HIV yang kita tahu sangat mematikan. Tumbuhan  bintangur ini mengandung senyawa costatolide dalam getah daunnya. Hasil penelitian menunjukkan senyawa castotolide A cukup efektif menekan pertumbuhan virus HIV.

Di Indonesia, keberadaan tumbuhan ini banyak kita jumpai di kawasan Kalimantan cukup besar.  Jadi penderita AIDS tak perlu khawatir akan kekurangan tumbuhan obat ini.

Selain sebagai tanaman obat, kayu bintangur juga memiliki nilai ekonomi dengan mutu kayu setara dengan meranti. Bintangur kerap dipakai sebagai kayu pertukangan, antara lain untuk kayu lapis dan juga diekspor.

King Kobra, Raja Ular


    ULAR king kobra atau Ophiophagus hannah sering dianggap sebagai raja ular berbisa yang paling mematikan. Padahal bisa ular king kobra yang di Indonesia menurut berbagai informasi yang ada, dianggap tidak sebahaya gigitan ular kobra atau ular sendok (Naja SP). Penamaan king kobra (raja kobra) lebih kepada ukurannya yang merupakan ular berbisa terpanjang dan jumlah bisa terbanyak di dunia.
    Ular king kobra merupakan salah satu penghuni keanekaragaman hayati yang ada di Cagar Biosfer. Ular ini memiliki panjang tubuh hingga mencapai 5 meter, meskipun umumnya hanya sekitar 3-4 meter saja. Ciri khas ular ini adalah saat terancam mampu menegakkan dan memipihkan lehernya, meskipun kemampuan ini juga dipunyai oleh ular sejenis dari genus Naja SP. Di Indonesia sering disebut ular sendok.
    Di Indonesia king kobra memiliki ciri umum berwarna hitam atau coklat tua dengan bagian kepala yang cenderung berwarna lebih terang. Sisik bawah tubuh berwarna keabuan atau kecoklatan, kecuali dada dan leher yang berwarna kuning cerah atau krem dengan pola belang hitam tak teratur, yang nampak jelas ketika ular ini mengangkat dan membentangkan lehernya.
    Makanan ular king kobra atau anang adalah berbagai jenis ular baik yang berbisa maupun tidak dan kadal. Ular ini berburu dengan mengandalkan indera penciuman dan penglihatannya yang tajam. Konon dengan kedua indera itu ular king kobra mampu mengawasi mangsanya dari jarak 100 meter.
    Ular king kobra merupakan ular berbisa yang memiliki racun berjenis haemotoxcin dan neurotoxcin. Racun ini menyerang sistem saraf dan menimbulkan rasa sakit yang amat sangat, pandangan yang mengabur, vertigo, dan kelumpuhan otot. Kemudian korban akan mengalami kegagalan sistem kardiovaskular, yang jika dibiarkan dapat mengakibatkan kematian. Namun berbeda dengan ular sendok (Naja SP) ular king kobra tidak dapat menyemburkan bisanya.
    Ular king kobra menghuni aneka habitat, mulai dari hutan dataran rendah, rawa-rawa, semak belukar, hutan pegunungan, lahan pertanian, perkebunan, persawahan, dan daerah pemukiman. Mampu hidup mulai dari daerah dekat pantai hingga ketinggian 1.800 MDPL.
    Populasinya semakin hari semakin menurun, akibat kerusakan habitat utamanya yang disebabkan oleh berkurangnya luas hutan. Karena itu king kobra terdaftar dalam status vulnerable IUCN Redlist dan Apendiks II CITES. Dengan adanya konservasi, diharapkan populasi ular ini tetap stabil walaupun king kobra adalah satwa buas dan menakutkan. (melati-gsj/dac)

Rabu, 05 Desember 2012

Sinyulong, Penghuni Air Tawar

SINYULONG yang akrab dikenal dengan nama buaya (Tomistoma schlegelii).Sinyulong merupakan istilah buaya dalam bahasa daerah. Satwa ini merupakan salah satu satwa yang ada di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu. Secara ilmiah, satwa meliputi seluruh spesies anggota suku Crocodylidae. Buaya pada umumnya, ia menghuni habitat perairan tawar seperti sungai, danau, rawa dan lahan basah lainnya, namun ada pula yang hidup di air payau seperti buaya muara. Makanan utama buaya adalah hewan-hewan bertulang belakang seperti bangsa ikan, reptil dan mamalia, kadang-kadang juga memangsa moluska (hewan bertulang lunak) dan crustasea(kerang-kerang) bergantung pada spesiesnya.
Satwa yang satu ini, sering kita jumpai disekitar kita. Karena ukuran buaya ikan cenderung lebih kecil. Reptil ini menjadi alternatif para pecinta reptil untuk dijadikan hewan peliharaan dirumah.
Tahukah bahwa Buaya merupakan hewan purba yang hanya mengalami sedikit perubahan evolusi semenjak zaman dinosaurus. Boleh dikatakan, buaya yang ada saat ini dengan yang ada pada zaman dinosaurus dulu relatif tidak berubah.
Seperti buaya pada umumnya, memiliki ciri-ciri yang hampir sama. Namun, yang membedakan buaya Sinyulong dengan jenis buaya lainnya adalah moncongnya yang relatif sempit. Dan hal yang miris, bahwasanya buaya di Indonesia sudah masuk kategori wajib konservasi. Ada empat jenis buaya yang ada di Indonesia, yakni buaya irian (Crocodylus novaeguineae), buaya muara (C porosus), buaya siam (C siamensis), dan buaya sinyulong (Tomistoma schlegelii) merupakan satwa yang dilindungi oleh undang-undang berdasarkan Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Jenis-jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.(melati-gsj/dac)

Selasa, 20 November 2012

Kayu Jongkang, Eksotisme yang Semakin Pudar


KAYU Jongkang yang memiliki nama latin Palaquium Leiocarpus merupakan salah satu spesies tumbuhan yang berada di kawasan inti Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu. Tidak hanya itu, Kayu Jongkang  juga merupakan salah satu tumbuhan asli Nusantara yang tersebar di Indonesia bagian barat dan Semenanjung Malaya. 
Tumbuhan ini juga terdapat Australia, Asia, Taiwan bahkan sampai ke Kepulauan Solomon. Walaupun keberadaannya tersebar, tumbuhan ini telah masuk kategori tumbuhan langka di Indonesia dengan urutan ke-9 dan patut dilindungi dan lestarikan. 
Hal ini dikarenakan, tumbuhan ini memiliki manfaat yang cukup besar diberbagai aspek terutama untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, seperti papan perumahan, kayu lapis, lantai dan jendela, alat musik, alat olahraga, industri, alat kedokteran, serta perkapalan. Ditambah lagi dengan kapasitas ketahanan dan kekuatannya yang baik dan mudah dibentuk, membuat kayu ini sangat diminati.
Kayu ini memiliki warna bervariasi untuk kayu yang digunakan pada lantai rumah biasanya berwarna coklat kuning, coklat muda, coklat ungu, coklat merah sampai coklat  atau merah tua. Kayu biasa berwarna lebih muda, tapi biasanya hanya sedikit berbeda dari kayu untuk lantai, tebal sering kali 5 sampai 10 cm.

Di samping itu jongkang juga menghasilkan getah yang disebut Hangkang Gum. Getah yang dihasilkannya memiliki harga yang lebih tinggi, dikarenakan kayu Jongkang tidak mengandung air yang berlebihan.

Tinggi pohon ini kisaran 30 m – 45 m dengan panjang batang bebas cabang yakni, 15 m – 30 m dan diameter 50 cm – 100 cm serta memiliki warna daun merah karat.

Di Indonesia, kayu Jongkang dapat ditemukan di hutan primer tumbuh pada dataran rendah tanah berawa dengan jenis tanah liat atau tanah berpasir dan di daerah curah hujan tinggi pada ketinggian 900 m dari permukaan laut.(melati-gsj/dac)

Nasib Si Hitam Manis Pencari Lebah


BERUANG madu atau dalam bahasa latin disebut Helarctos malayanus merupakan spesies (jenis) beruang terkecil dari delapan jenis beruang yang ada di dunia. Beruang madu (Helarctos malayanus) yang juga merupakan spesies di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu sangat menyukai sarang lebah (anak lebah dan madunya) sebagai makanan favoritnya.
Beruang madu mempunyai panjang tubuh sekitar 1,4 meter dengan tinggi punggungnya sekitar 70 cm. Beruang madu dewasa mempunyai berat tubuh antara 50-65 kg. Dengan ukuran tubuh ini, menjadikan Beruang madu sebagai beruang terkecil diantara jenis-jenis beruang lainnya yang terdapat di dunia.
Sejak tahun 1994, Beruang madu di kategorikan dalam status konservasi “Rentan” (Vulnerable; VU) yang berarti spesies ini sedang menghadapi risiko kepunahan di alam liar. Selain itu binatang pemakan madu ini juga telah dimasukkan dalam CITES Apendix I sejak tahun 1979.
Ancaman kepunahan terhadap Beruang madu cukup memprihatinkan. Beruang madu banyak diburu orang karena punya nilai jual cukup tinggi. Yang sering kali diperjualbelikan di pasar gelap antara lain empedu, daging dan bulu dewasa. Selain itu juga Beruang madu dewasa maupun anak-anak yang dijual sebagai binatang peliharaan.
Ancaman lain terhadap populasi Beruang madu adalah rusaknya habitat akibat pembukaan hutan untuk pemukiman dan perkebunan serta kebakaran hutan yang semakin mempersempit ruang binatang pemakan madu ini.
Semoga Beruang madu yang merupakan spesies terkecil ini masih tetap mampu bertahan di habitatnya. Dengan upaya konservasi maksimal, spesies ini tetap menjadi beruang primadona di Indonesia.(melati-gsj/dac)

Selasa, 30 Oktober 2012

Buaya Muara, Hewan Ganas yang Mematikan

BUAYA Muara (Crocodylus porosus) secara umum bentuk tubuhnya menyerupai Buaya Air Tawar Papua (Crocodylus novaeguineae), dengan moncong yang lebih lebar. Perbedaan mendasar terdapat pada tengkuknya yang tidak memiliki sisik lebar serta warna kulitnya yang lebih terang.
Selain itu ukuran tubuhnya adalah yang paling besar diantara jenis lainnya dengan panjang yang mampu mencapai 7 (tujuh) meter hingga 12 (duabelas) meter seperti yang pernah ditemukan di Sangatta, Kalimantan Timur. Buaya Muara (Crocodylus porosus) tersebar di seluruh perairan Indonesia, terutama aliran-aliran sungai hingga di muara sungai yang mendekati lautan.
Satwa ini dapat hidup di darat, di dalam air maupun di atas pohon. Bergerak kesana-kemari dengan cara melata, baik dengan dua pasang kakinya maupun tidak sama sekali. Famili Crocodylus ini senang berpetualang dari satu habitat ke habitat lain, maka tak heran populasinya menyebar di pelosok dunia. Buaya Muara dikenal sebagai buaya terbesar di dunia, jauh lebih besar dari Buaya Nil (Crocodylus niloticus) dan Aligator Amerika (Alligator mississipiensis).
Buaya Muara (Crocodylus porosus) tersebar di banyak negara seperti Papua Nugini, Australia Utara, Kepulauan Pasifik, Brunei, Myanmar, Kamboja, Filipina, Burma, India, Srilanka, Cina, Semenanjung Malaya, hingga Indonesia. Tapi di setiap negara populasinya makin merosot tajam sejak kulitnya diburu untuk dijual. Sehingga saat ini Buaya Muara (Crocodylus porosus) masuk ke dalam kategori Appendix 2 versi CITES.(dac/int)